Admin BBKU III

Hari ini adalah hari terakhir penyelengaraan bulan blogging KBM UGM (BBKU) jilid III. Tentu, hari terakhir biasanya menilai mana peserta yang paling favorit. Namun, kali ini berbeda. Admin tidak menyelenggarakan tema tersebut. Tema peserta favorit seperti BBKU jilid I dan jilid II. Sebaliknya admin membebaskan kami untuk menulis apapun juga. Semau kita.

Tapi, melihat grup WA, ada salah satu peserta yang mengajak beberapa teman-temannya untuk menilai admin. Saya jadi tertarik. Jarang-jarang ada yang menilai admin BBKU. Saya tak akan melakukan itu. Namun, saya akan bercerita seberapa jauh saya mengenal admin. Semoga admin tidak melaporkan saya perihal UU ITE.

Azzan Wafiq. Begitulah nama personal di WA. Saya ndak tau nama sebenarnya. Cuman saya terbiasa memanggil ia, si Wafiq.
Saya mengenal ia cukup lama. Tinggi, suka mengenakan sepatu olahraga, rambut petir, dan berwajah Kobochan. Kami adalah teman SMP di Jogjakarta. Cuman karena ia terlalu jenius, ia ditempatkan di kelas C. Sedangkan saya ditempatkan kelas J.

Sejatinya saya jarang bercakap-cakap sama dia. Itu karena kelas kami yang terlampau jauh. Aku disini dan Ia disana. Kami hanya sering bertemu saat class meeting. Tentunya olahraga futsal. Ia adalah kiper dan saya adalah penyerang. Sulit untuk menjebol gawangnya terlebih sejak SMP, tingginya keterlaluan, tangannya kepanjangan dan kakinya kelewat besar.

Itu hal yang paling saya ingat. Tak disangka, kini ia memilih KBM sebagai piilihan untuk melanjutkan hidupnya. Sebuah pilihan yang mengejutkan. Terlebih karena kecerdasannya diatas rata-rata. Sejatinya ia lebih pantas masuk ke Oxford atau Harvard. Sayang, karena tambatan hatinya masi di Jogjakarta, ia mengurungkan niatnya.

Setau saya, Wafiq dipilih menjadi admin BBKU III karena ia hyperinsomnia. Ia bisa 3 hari 3 malam tak tidur. Wedyan tenan og. Selain itu ada sedikit kolusi. Ia kenal dengan Baginda Hair, Pangeran Samid, Nenek Neli, dan The Godfather Levi. Fantastic four tersebut akhirnya yang memiliki kuasa untuk menetapkan siapa admin di BBKU III. Ini serius. Kalo tak percaya, tanyaken Wafiq.

Oh ya satu lagi. Ia adalah orang yang selalu selow. Seselow hatinya saat ini.

Dalam Suatu Masa

Kali ini aku menembus dimensi waktu
Menyusuri ruang tanpa batas

Denganmu satu hati
Denganmu satu mimpi

Satu di mata alam

Mengalir kita dalam suatu masa
Terhanyut kita dalam suatu rasa

Desir angin malam
Matahari bulan bintang
Hati api nyala hangati jiwa

Di tepi sana waktu berlalu
Teriak rasa (teriak rasa)
Kita terbawa (kita terbawa)
Dimensi paralel alam semesta
Alam semesta

Mengalir kita dalam suatu masa
Terhanyut kita dalam suatu rasa

*Anda-Dalam Suatu Masa

Hail Indomie

Indomie adalah penemuan spektakuler abad 20. Setidaknya kalimat pertama adalah kalimat yang akan disetujui oleh masyarakat Indonesia termasuk kamu. Tak ada masyarakat Indonesia yang menyangkal bahwa Indomie merupakan makanan konsumsi utama setelah nasi.

Saya suka makan indomie. Baik digoreng maupun direbus. Baik indomie tante (tanpa telur) rebus/goreng ataupun dengan telur. Dan saya suka indomie rasa apa saja. Tapi favorit saya adalah indomie goreng rasa rendang. Sedap. Endang bambang gulindang.

Cara masyarakat menikmati Indomie bermacam-macam. Ada yang sesuai prosedur seperti yang tertera dalam bungkus Indomie. Ada pula yang dikremes layaknya Anak Mas. Dan ada pula yang lagi ngehits di kalangan anak muda yaitu dimasak menggunakan penanak nasi. Ditambahkan susu dan keju. Dan jadilah Indomie Carbonara ala-ala warung pasta.

Dan jangan salah. Indomie merupakan makanan utama di Nigeria. Negara asalnya Jay-Jay Okocha dan Nwankwo Kanu. Ekspor paling besar pun ke negara-negara Afrika.

Cuman yang jadi pertanyaan adalah Mengapa penjual indomie rebus/goreng lebih enak dalam membuat serta menyajikan daripada kita yang membuatnya ? Pertanyaan tersebut banyak terlintas di lini masa. Terutama akhir-akhir ini.

Saya juga belum menemukan jawaban yang pasti. Tapi yang jelas, rasa lapar ketika anda di warung atau di rumah adalah hal yang berbeda. Coba bayangkan. Saya ga tau kenapa. Ya pokoknya berbeda.

Kalo mendengar ‘Slurrp’ saat orang menyantap seutas indomie di warung adalah sesuatu yang dag dig dug. Bikin lidah ingin bergoyang dengan indomie.

Tapi kalo di rumah berbeda. Tak ada hasrat ingin menyantap sedemikian rupa. Toh kalo pun kita menyantap di rumah, kebanyakan makan sendiri. Jadi ndak bisa pamer juga. Wong kita menikmati sendiri.

Ah, sudahlah. Tak perlu ada teori dan analisis berlebih untuk meneliti Indomie. Wong ini juga cuma status. Kalo soal selera dan rasa, mungkin kita berbeda. Tapi kalo soal rasa lapar di tengah malam, kita satu asa. Asa untuk menyantap Indomie. Hail Indomie !!!

Kamu manusia kan ?

Kalo sudah sibuk pengennya nganggur, begitu juga sebaliknya.

Kalo sudah banyak uang pengennya dihabiskan, kalo ga ada uang pengennya berhemat

Kalo udah nyaman pengennya rusuh, kalo udah rusuh pengennya nyaman.

Namanya juga manusia. Tak pernah merasa puas.

Kita INDONESIA

“Kamu dukung Indonesia?”

“Ya jelaslah, ini pertarungan hidup mati. Kalo menang, lolos semifinal!”

“Kok mau sih dukung Indonesia? Kan prestasinya jarang banget?”

“Loh, kita sebagai rakyat Indonesia harus dukung sepenuhnya timnas Indonesia. Karena saya bangga sebagai bangsa Indonesia!!”

“Padahal kaptennya Boaz. Ia kan kaum minoritas. Kok tumben kamu masih mau dukung timnas ?”

Ia tak menjawab. Hanya menoleh sembari tersenyum. Kemudian, ia menenggak kopi, merokok, dan melanjutkan kembali menonton timnas Indonesia. Yang bertanya pun ikut ke dalam hiruk pikuk para penonton. Ya, pembicaraan tersebut sempat terdengar saya ketika akan menonton pertandingan Indonesia vs Singapura di pusat kota Jakarta.

Tak ada yang meragukan kapasitas Boaz. Tak ada yang mengkritik Riedl mengenai pemilihan kapten timnas. Tak ada pula suporter Indonesia yang menghujat Boaz sebagai kapten timnas. Semua mendukung. Semua berbaur. Gegap gempita. Menjadi warna kebangaan Indonesia. Merah dan Putih.

Kita harus jujur Indonesia sedang mengalami krisis toleransi. Penyegelan rumah ibadah, pengusiran kaum minoritas hingga ada kejadian paling mengerikan menurut saya. Pembakaran rumah ibadah.

Tentu, semua teori, analisis telah bermunculan. Siapa, mengapa, bagaimana dan pertanyaan yang sekalipun tak terpikirkan bagi kita akan muncul. Masyarakat Indonesia sangat mudah terkena isu SARA dalam segi apapun. Kecuali sepakbola.

Ya sepakbola memang menjadi alat pemersatu bangsa. Tamir Sorek pernah mengatakan bahwa Israel dan Palestina dapat bersatu karena sepakbola. Dulu ada sebuah tim dari Israel yang menolak kehadiran 2 orang Palestina. Namun ketika pertandingan akan berlangsung, pelatih memaksa pimpinan untuk memasukkan kedua orang tersebut dalam tim. Hasilnya ? 2 orang tersebut menjadi penentu kemenangan bagi tim Israel.

Mungkin, hal tersebut hanyalah 1 kisah. Tapi tentu kisah tersebut akan menjadi sebuah peristiwa dan bukti bahwa Palestina dan Israel dapat bersatu. Apalagi kalo bukan karena sepakbola.

Indonesia adalah salah satu contoh bagus dalam persepakbolaan dunia. Tak ada perbedaan. Semua kumpul menjadi satu. Ferdinand Sinaga, Zulham Zamrun, Evan Dimas Darmono, Kurnia Meiga hingga sang kapten Boaz Solossa. Semua bergandengan tangan. Meletakkan identitas suku, agama, maupun ras. Menjadi satu kesatuan. Satu Indonesia.

Tentu kita masih ingat memori Piala AFF 2010. Ketika Indonesia berhasil mencapai final walaupun akhirnya kalah. Ratusan, ribuan, bahkan puluhan ribu, masyarakat Indonesia khusyuk untuk menonton timnas Indonesia.

Saya ingat betul masih ada orang yang mengenakan identitas Bonek, Arema, Jakmania, Viking, dan masih banyak lainnya ketika di luar stadion. Tapi ketika masuk, rata-rata dari mereka melepaskan identitas tersebut. Mengambil warna merah dan putih. Ada yang mengikatkan tali di kepala. Tangan. Lengan.

Ada pula yang mengecat tubuh bagian atas warna merah dan bagian bawah warna putih. Ada pula yang membawa bendera Indonesia dengan ukuran sangat besar. Ada pula spanduk yang dibentangkan dan diletakkan di seluruh sisi stadion. Pesannya hanya satu. Dukung Indonesia

Sudahlah. Lupakan sejenak perbedaan di antara kita. Tak (seharusnya) ada mayoritas dan minoritas. Kita itu satu. Satu Indonesia.

Kita yang pernah perih karena penjajahan. Dan kita yang telah merah putih karena pejuangan. Sebab Cinta Indonesia tak lekang oleh waktu. Indonesia. Indonesia. Dan sekali lagi. INDONESIA.

Banjir

Kalo ada yang bilang banjir itu karena ujian dari Tuhan, mungkin ia patut koreksi diri. Banjir itu terjadi karena daerah resapan telah hilang. Sapa yang membuatnya hilang ? Ya pihak yang berwenang. Karena gak mungkin Tuhan menurunkan air yang melebihi kapasitas bumi. Jadi kalopun ada banjir, ya memang salah manusianya.

Sya percaya Tuhan telah berbuat adil kepada siapa saja. Termasuk kepada air.

 

Ragusa bersama Jakarta

Tiba-tiba 1 helikopter melayang kesana-kemari di area Monas. Beberapa saat kemudian muncul 2-3 helikopter di belakangnya. Keriuhan menuju tanggal wiro sableng (baca:212) tampaknya membuat banyak pihak bersiaga. Termasuk helikopter tersebut.

Suara baling-baling helikopter tersebut mengikuti langkah kami menuju salah satu kedai tertua di Jakarta. Kedai Ragusa. Kedai Eskrim yang telah ada di daerah tersebut sejak lebih dari 70 tahun silam. Bahkan Ragusa telah ada sebelum bangsa Indonesia merdeka dari penjajahan.

Kami mampir sejenak ke Ragusa untuk menghilangkan tenggorokan yang sudah terlanjur kering akibat cuaca panas Jakarta. Begitu masuk, tampak foto-foto kolonial berjejer di kanan kiri. Foto menu berada diatas foto-foto kolonial. Perabotan yang ada di Ragusa masih terawat dengan baik. Persis seperti apa yang ada di beberapa foto tersebut.

Tak ada pramusaji yang menyilahkan kami untuk duduk. Kami bebas memilih tempat duduk. Kami memilih duduk tepat di depan perempuan renta yang berdiri sambil sibuk menghitung jumlah uang. Tampaknya perempuan tersebut adalah pemilik dari Ragusa. Ketika kami duduk, ia menyuruh pramusaji untuk bergegas melayani kami. Kemudian kembali menghitung uang.

Pramusaji menyodorkan beberapa menu yang membuat kami segera ingin melahap eskrim tersebut. Chocolate sundae, banana split, dan raisin rum adalah menu eskrim yang kami pilih. Sayangnya, raisin rum sedang kosong. Padahal menurut sepupu saya, raisin rum adalah eskrim terbaik Ragusa. Dengan sedikit tambahan alkohol, maka cita rasa raisin rum bakal meledak di mulut. Sayangnya, kali ini hal tersebut hanya angan-angan.

ragusa

Kedai Ragusa ©Alit

Tua, muda, remaja, renta, berpasangan, dan jomblo mengisi tempat duduk yang telah tersedia pada siang itu. Ada yang bercengkrama masalah kantor, ada yang swafoto kemudian mengabadikan foto tersebut di salah satu media sosial, dan ada pula yang membicarakan hiruk pikuk politik Jakarta. Kota ini memang selalu ramai diperbincangkan. Terutama menjelang hari itu.

Semangkuk chocolate sundae dan banana split telah hadir di hadapan kami. Suapan pertama. Ah, rasanya masih sama seperti yang dulu. Sama seperti 15 tahun yang lalu terakhir kali ke Ragusa. Dan memesan menu yang sama. Seperti nostalgia. Kenangan masa.

Cuaca Jakarta memang cukup panas. Saya menghabiskan chocolate sundae tak lebih dari 10 menit. Tenggorokan seperti tercekat. Ditambah hawa menyengat. Dan tensi politik Jakarta yang kian meningkat membuat saya lahap menghabiskan semangkuk chocolate sundae yang sungguh nikmat.

Harga yang ‘cukup’ terjangkau membuat Ragusa selalu menjadi tujuan kuliner eskrim. Sembari memesan eskrim, ada pula yang memesan sepiring sate dan lontong di kedai sebelah. Tampaknya pemilik Ragusa tidak memberi biaya tambahan jika pengunjung memesan makanan di lain kedai. Tidak seperti kedai modern masa kini.

Ragusa selalu menawarkan cita rasa. Manis, legit dan dingin. Jakarta selalu menghadirkan aneka rupa. Senang, tegang atau remang-remang. Terutama menjelang dua satu dua.

De Nyinyir

Andaikan dunia butuh pahlawan baru maka saya akan mengusulkan De Nyinyir. Tugasnya hanya menyinyir. Mudah bukan ? Kelihatannya saja mudah tapi belum tentu semua orang mampu menjadi De Nyinyir. Saya punya beberapa kriteria yang pas untuk dijadikan De Nyinyir.

1. Muka Datar
Kenapa ini harus dimasukkan kriteria pertama ? Jelas. De Nyinyir harus memiliki muka datar. Ia kalo nyinyir jangan sampai mukanya terlihat tidak datar. Jarang tertawa dan tidak pernah terlihat marah.

2. Mata Kecil
Ini penting. Kalo perlu jangan sampe melek. Karena kalo pahlawan bermata sipit, ia mampu menilisik lebih dalam siapa lawan mainnya.

3. Ceking
Biar kalo mau digebuk, pahlawan tersebut mudah kabur.

4. Mulut besar
Karena kekuatan utamanya adalah mulut. Ia harus memiliki rongga mulut yang besar. Kan kerjanya cuman suruh nyinyir. Nyinyir yang kaffah itu ya pake mulut. Bukan pake media sosial.

5. Banyak bicara
Lah kan De Nyinyir. Ya harus banyak bicara. Masa harus kamehameha!!!

Intinya 5 kriteria tersebut yang harus dibutuhkan oleh De Nyinyir. Kalo kamu bisa jadi De Nyinyir. Kamu cocoknya bekerja di tanah. Bukan di air.

Oke cukup jelas. Dan De Nyinyir harus memiliki kata sakti. seperti yang tertera pada kalimat terakhir. Salam Slopok :*

Hitam Putih

Dunia penuh dengan Hitam dan Putih. Jurnalisme. Perang. Demonstrasi. Dan masih banyak lainnya.

Termasuk rona wajahmu. Warna kulitmu.

Termasuk Kota Jakarta. Yang penuh dengan reklame hitam dan putih. Terutama menjelang Pilkada.