Alhamdulillah tahun 2015 akan segera berakhir. Pada tahun 2015 khususnya di bulan desember terdapat dua hari besar bagi umat Islam, Katolik dan Kristen. Tanggalnya pun bersebelahan. Tanggal 24 desember Maulid Nabi Muhammad SAW sedangkan tanggal 25 desember adalah hari Natal yaitu kelahiran Yesus Kristus. Keduanya adalah manusia yang diberi tugas khusus oleh Allah untuk memberikan pesan-pesan Allah yaitu kedamaian, toleransi dan pada intinya mengajak kebaikan. Sudah sepantasnya umat di seluruh dunia bergembira dan bersyukur atas perayaan ini.
Indonesia adalah negara dengan keragaman religi yang cukup banyak. Setidaknya enam agama masuk dan diakui ke dalam wilayah Indonesia. Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Islam adalah agama mayoritas di negara Indonesia diikuti dengan Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Hari-hari besar selalu diikuti oleh pengikutnya cukup antusias dan berlangsung khidmat. Sayangnya, ada beberapa peristiwa di Indonesia yang cukup menciderai jiwa toleransi antar umat beragama. Peristiwa Tolikara di Papua dan Peristiwa Singkil di Aceh. Kejahatan yang sulit dinalar dilakukan oleh orang-orang yang (sejatinya) menginginkan perpecahan diantara masyarakat Indonesia.
Adanya beberapa peristiwa yang cukup miris di Indonesia mengingatkan kita pada pernyataan sosiolog agama Peter L. Berger yaitu “Kita tidak dapat mengabaikan factor agama dalam menganalisis peristiwa mutakhir”. Ya, agama (terkadang) masih menjadi salah satu factor pemicu kerusuhan ataupun melaksanakan kebaikan. Mereka yang dianggap pemicu kerusuhan mungkin salah menafsirkan dalil-dalil Tuhan sehingga dalil tersebut menjadi landasannya untuk melakukan tindakan irrasional. Tuhan telah memberi umatnya sesuatu yang jelas seperti kata Pramoedya Ananta Toer “Hidup itu sederhana dan yang tidak sederhana adalah tafsirannya”. Tafsiran tersebut yang (terkadang) masih belum jelas sehingga klaim-klaim kebenaran dari kelompok yang menganggap dirinya benar lantas melakukan perbuatan tersebut.
Hadirnya Maulid dan Natal memberikan spirit kepada manusia bahwa kita harus terus melaksanakan perjuangan yang telah dilakukan Muhammad dan Yesus. Shalahuddin Al Ayyubi adalah pelopor untuk merayakan Maulid Nabi. Maksud dan tujuannya adalah dengan memperingati Maulid, umat Islam diharapkan mengingat jasa perjuangan Muhammad dalam menyebarkan Islam. Begitu pula dengan Yesus, Dia lahir sebagai pembawa pesan damai dan juga untuk melaksanakan kasih terhadap manusia yang ada di dunia. Oleh karenanya kita sebagai umat beragama sudah seharusnya melaksanakan pesan-pesannya yang diejawantahkan secara kontekstual.
Toleransi antar umat beragama harus dilakukan agar tidak ada saling cidera menciderai sesame umat beragama. Contoh yang toleransi umat beragama yang baik seperti di Malang. Gereja dan masjid saling menghormati antar satu sama lainnya. Tempo lalu, Idul Fitri di Malang bertepatan dengan hari Minggu maka pengurus masjid berkirim surat ke gereja memberitahukan bahwa waktu sholat Ied dimajukan lebih awal supaya nanti tidak menganggu jalannya ibadah umat Gereja. Begitu pula dengan jadwal Natal, pengurus gereja mengirimkan surat ke masjid menjelaskan bahwa ibadah Natal dimajukan lebih awal supaya tidak mengganggu jalannya ibadah Jumatan. Sungguh toleransi yang patut ditiru oleh masyarakat Indonesia.
Hans Kung pernah berkata bahwa tidak ada perdamaian antar bangsa tanpa perdamaian antar agama dan tidak ada perdamaian antar agama tanpa dialog antar agama. Dialog dilakukan bukan berarti ingin menyamakan perbedaan melainkan untuk memahami perbedaan yang ada. Oleh karenanya, pahami kitab jangan hanya secara tekstual melainkan kontekstual karena kita hidup tidak hanya saleh secara ritual melainkan juga saleh secara sosial.
Sekali lagi, Selamat Maulid dan Selamat Natal. Salam Sejahtera bagi masyarakat Indonesia.