Diplomasi Makanan Dua Korea

Dunia sedang menanti harapan baru. Bersatunya Korea Utara (Korut) dan Korea Selatan (Korsel) setelah 65 tahun tak berdamai. Apakah hari ini 27 April benar-benar akan terjadi Uni Korea? Tentu, banyak pertanyaan disertai prediksi yang mengemuka.

Awal tahun 2018, lebih tepatnya bulan Januari adalah sebuah momen yang mana kedua negara itu akhirnya mau bersua. Momen yang dimaksud adalah Olimpiade Musim Dingin. Tak disangka, Kim Jong Un yang selama ini sangat tertutup terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan Korea Selatan, mengirim perwakilan dan sejumlah delegasi untuk mengikuti Olimpiade tersebut.

Apakah hal tersebut bisa dijadikan sebagai upaya perdamaian? Bisa jadi, karena untuk pertama kalinya sejak 2008, pemimpin kedua negara tersebut enggan untuk berjumpa.

Berbagai manuver kemudian dilakukan kedua negara. Kim Jong Un pun tak segan untuk berkunjung ke negara lain, yaitu Tiongkok. Tanpa diketahui banyak pihak, Kim Jong Un bertemu dengan Xi Jinping sang Presiden Cina.

Tentu saja, pertemuan yang terbilang singkat, seakan menjadi “pembukaan” menuju Uni Korea. Ini tak lepas karena faktor Tiongkok sebagai negara tetangga yang selalu mengajukan ide Uni Korea.
Pertemuan tersebut pun akhirnya tercium oleh beberapa negara besar. Salah satunya Amerika Serikat (AS). Donald Trump bahkan secara khusus memuji langkah Kim Jong Un yang berani menemui Xi Jinping. AS menganggap pertemua itu penting. Selain karena hubungan bilateral yang baik antara Tiongkok dan Korut, pertemuan tersebut diharapkan sebagai langkah awal untuk denuklirisasi.

Namun, apakah semudah itu Korut akan melakukan denuklirisasi? Belum tentu, karena mengingat salah satu pendongkrak ekonomi Korut melalui nuklir. Butuh eksplanasi lebih jauh untuk meyakinkan Korut akan melakukan denuklirisasi.

Menanti Jawaban Korut

Pertemuan Korut dan Korsel pada tanggal 27 April tidak akan dapat ditempuh apabila para utusan kedua negera sebelumnya tidak bertemu berulang kali. Baik utusan Korsel maupun Korut sama-sama berusaha meyakinkan bahwa pertemuan tersebut nantinya akan menghasilkan simbiosis mutualisme. Benarkah begitu?

Tunggu dulu.

Ada tiga hal yang menjadi pokok pembicaraan antarkedua negara tersebut. Pertama, denuklirisasi dan ini berhubungan erat dengan Korut. Kedua, saling meredakan ketegangan militer. Ketiga, merevolusi hubungan antar-Korea.

Dari ketiganya, ada satu pokok bahasan yang benar-benar menjadi sakral. Denuklirisasi. Korsel seakan menjadi ujung tombak dari kepentingan berbagai negara. Salah duanya adalah AS dan Jepang. AS benar-benar sangat mewaspadai nuklir milik Korut. Tahun lalu, bahkan melalui PBB, AS mengancam akan memblokade seluruh investasi yang masuk Korut.

Sedangkan Jepang, ada persoalan lain. Sejak ujicoba nuklir beberapa kali pada tahun lalu, Jepang menjadi waswas. Apalagi, nuklir tersebut sempat mencapai pulau terluar milik Jepang. Tentunya, hal tersebut akan mengancam keselamatan Jepang. Begitu pula dengan Korsel yang sangat khawatir bila benar-benar nuklir digunakan untuk mengancam dunia.

Akan tetapi, keinginan negara-negara tersebut tidak akan terlaksana apabila mereka ‘memaksa’ Korsel. Ada keputusan yang harus diambil secara matang. Terlebih, Korut pun tidak akan main-main. Keinginan Korut sebenarnya sederhana. Jika nantinya program nuklir diberhentikan, keamanan Korut harus benar-benar terjamin. Tanpa terkecuali.

Bahkan, bukan hanya itu. Ada kekhawatiran yang lebih nyata. Penggerusan ideologi komunis. Korut, yang telah lama menggeluti komunisme, akan menjadi sangat khawatir apabila ada ideologi lain yang masuk ke dalam tubuh masyarakat Korut.

Kekhawatiran tersebut bukan tanpa alasan. Lintasan sejarah masa lampau seakan menyeruak. Perlu diingat, selepas Perang Korea tahun 1953, sempat ada upaya perdamaian. Namun, invasi AS yang berlebihan terutama untuk menghapus idelogi komunis membuat perdamaian batal. Pada akhirnya, Korut bergabung dengan Uni Soviet dan Korsel berafiliasi kepada AS.

Lalu apakah pertemuan tersebut akan berlangsung sesuai yang diharapkan yaitu perdamaian?

Diplomasi Makanan Korea

Awal Maret, menjadi pertemuan yang cukup unik. Terjadi perjamuan makan malam yang berada di Korea Utara. Saat itu, setelah melakukan pertemuan penting, Kim Jong Un beserta istri mengundang delegasi Korsel untuk makan malam di kediamannya.

Pada awalnya pertemuan terbilang hangat namun ketika salah seorang pejabat Korsel menegur kebiasaan Kim Jong Un yang merokok setelah makan, suasana menjadi tegang. Kekhawatirannya adalah Kim Jong Un menjadi marah dan pertemuan tersebut menjadi suasana yang tidak enak.

Beruntung, teguran tersebut sepertinya tak dihiraukan atau mungkin Kim Jong Un sedang terlena dengan sajian makanan khas Korut. Yang jelas, tampaknya hingga saat ini belum ada upaya untuk mengendurkan semangat perdamaian antarkedua negara.

Menginjak pertemuan yang nantinya akan diselenggarakan di rumah perdamaian yang terletak di zona demiliterisasi, akan disajikan parade makanan.

Korut akan menyajikan makanan khasnya yang berupa mie dingin ditambah dengan daging segar dan sayuran sedangkan Korsel akan menyajikan makanan berupa bulgogi yaitu daging yang dipotong hingga menjadi lembaran tipis.

Diplomasi makanan digunakan oleh berbagai pejabat untuk memudahkan jalannya diskusi. Apalagi jika nantinya akan menghasilkan kesepakatan bilateral. Indonesia di era Retno Marsudi dalam menyambut tamu negaranya selalu menyediakan kerupuk dalam sajian makanan. Selain memang camilan favorit Bu Retno, adanya kerupuk dianggap sebagai salah satu ‘elemen’ kesuksesan diplomasi Indonesia ke berbagai negara.

Makanan merupakan hal penting saat diplomasi antarpejabat negara. Tak hanya makanan, kopi atau teh juga sebagai sarana ampuh untuk mencairkan suasana apabila diskusi menemui jalan buntu.

Akankah sajian mie dingin ala Korut atau Bulgogi ala Korsel mampu meredakan ketegangan kedua negara? Menarik disimak dan kita selalu berharap terjadi perdamaian antarkedua negara.

Bulan April

Sudah lama saya tak menulis apa pun di laman blog. Mungkin ada baiknya saya menulis lagi di sini sekadar bersua dengan teman-teman yang kebetulan menyukai tulisan saya.

Bulan April kali ini memang menjadi sesuatu yang spesial. Ada rasa kesedihan dan ada rasa kebahagiaan.

Rasa sedih mungkin bisa terlihat dari ‘kekalahan’ Juventus dari Real Madrid. Yah, pada akhirnya hal tersebut menjadi ironi bagi Gianluigi Buffon karena harus mengakhiri Liga Champions lebih cepat.

Ada pula berita tentang kematian Avicii. Sungguh ini berita mengejutkan. Anak muda se-potensial tersebut harus meregang nyawa karena gangguan kesehatan di usia 28 tahun. Lagu-lagunya selalu menghiasi mp3 saya saat kuliah di Malang. Mulai dari The Night hingga Wake Up.

Terakhir, ada berita mundurnya Arsene Wenger dari Arsenal. Lebih dari 20 tahun dedikasinya terhadap Arsenal. Salah satu tulisan yang cukup membuat saya mbrebes mili adalah tulisan dari rekan saya, Yamadipati Seno. Sebagai redaktur Mojok bidang Olahraga dan pengelola Arsenal Kitchen, tulisan tentang Arsene Wenger sungguh bernas.

Di bulan April ini, saya memiliki beberapa proyek buku bersama teman-teman. Semoga salah satunya bisa terwujud tahun ini. Karena saya selalu memiliki tujuan untuk memproduksi sebuah buku dalam tiap tahun.

Doakan ya dan tunggu tanggal mainnya :’)