Sebuah ilustrasi garasi
Mengamati Jakarta sebagai ibukota selalu memunculkan peristiwa berupa kebijakan menarik. Mulai dari pembatasan sepeda motor di jalan-jalan protokol yang menuai kemacetan, pemberlakuan uang elektronik di tol mulai 1 Oktober 2017 hingga yang paling mutakhir keharusan pemilik mobil memiliki garasi tersendiri.
Sebenarnya kebijakan yang terakhir adalah produk lama. Kalo mau dicek lebih lanjut ternyata kebijakan tersebut adalah peraturan daerah no 5 tahun 2014. Nah kan! Udah berjalan 3 tahun loh. Kenapa baru heboh sekarang?
Bukan menjadi rahasia umum, tak ada lele maka tak ada air yang bergejolak. Bermula dari sebuah foto yang menghadirkan penempatan mobil mewah di pinggir jalan dan kebetulan memakan ruang jalan, maka peraturan tersebut didongengkan kembali.
Kok ya kebetulan ruang jalan tersebut adalah ruang biasa dipakai rang-orang untuk lewat kendaraan umum. Yasudah, rang-orang di sekitar daerah situ menjadi heboh. Walaupun sang pemilik kendaraan berkelit sedemikian rupa, alasan hanyalah sekedar alasan.
Kemunculan foto tersebut di media sosial telah menjadi santapan empuk nan lezat bagi warganet. Mungkin pemilik kendaraan lupa bahwa warganet Indonesia termasuk 5 besar di dunia untuk urusan mengakses media sosial. Jadi dirinya sungguh kaget ada ratusan hingga ribuan baik dukungan maupun cacian kepada dirinya.
Ada yang mengkaitkan tentang kewajiban pajak bagi mobil mewah. Ada pula yang berusaha menelusuri foto tersebut hoax atau bukan. Ada juga yang mengkritisi layaknya pengamat transportasi bahwa ruang jalan harus diperlebar. Namun dari sekian komentar yang paling lucu adalah ada yang mengkaitkan jalan menjadi sempit karena Ahok turun dari jabatan gubernur DKI.
Duh, rasanya susah juga ya membi(n)asakan kenangan!
Seharusnya kalo mau diteliti lebih seksama, penggunaan garasi memang sangat vital. Bukan hanya untuk menyimpan mobil saja melainkan bisa juga menyimpan motor, uang, maupun tersangka korupsi yang berusaha kabur ke luar negeri. Eh.
Padahal di dalam perda no 5 tahun 2014 sudah dijelaskan di paragraf 7 tentang pengawasan dan pengendalian angkutan jalan pasal 140 halaman 61 secara jelas dan nyata. Ada 5 poin yaitu 1) Setiap pemilik kendaraan bermotor wajib memiliki garasi. 2) Setiap pemilik kendaraan bermotor dilarang menyimpan kendaraan di ruang jalan. 3) Setiap pemilik kendaraan bermotor wajib punya garasi yang dibuktikan dengan surat kepemilikan garasi dari kelurahan setempat. 4) Surat tersebut menjadi bukti untuk syarat penerbitan surat tanda nomor kendaraan bermotor. 5) Ketentuan lebih lanjut sesuai dengan peraturan gubernur.
Nah, berarti sudah jelas dan terpampang nyata bahwa kalo mau punya mobil maka harus punya garasi. Saya juga memahami perasaan rang-orang yang tersinggung kalo ruang jalan malah dipakai parkir mobil. Kok mobil, kalo ada motor yang dengan sengaja parkir di depan rumah, saya aja agak senewen.
Makanya ndak heran juga sebagian rumah di Jakarta ada tanda “jangan parkir di depan rumah”. Selain karena mengganggu ruang jalan dan membuat pemandangan menjadi tidak sedap, andaikan kalo kendaraan tiba-tiba hilang maka kita jadi ikut dikaitkan menjadi saksi. Duh jadi saksi aja males apalagi kalo statusnya naik jadi tersangka mending kabur ke luar negeri tapi ga perlu balik lagi. Eh.
Lalu bagaimana solusinya? Soalnya sudah terlanjur banyak DP murah buat beli mobil. Jadi sayang untuk dilewatkan. Selain itu, kasihan juga produsen mobil. Sudah susah-susah buat mobil, DP menjadi ‘sangat’ murah masak ndak ada yang beli. Kasihan juga bagi pemerintah sudah repot-repot buat jalan tol, belum lagi bikin simpang Semanggi yang konon aduhai kan ndak enak juga sama pemerintah.
Bukankah jalan tol dibuat demi memberikan kenyamanan bagi warga untuk bergegas membeli mobil? Kalo alasannya untuk mengurai kemacetan sebenarnya bisa pakai kendaraan umum. Tapi ternyata bukan itu masalahnya. Kita sudah terlanjur memiliki sifat konsumtif yang cukup tinggi. Ditambah kalo pake kendaraan umum mungkin harus bergonta-ganti. Belum lagi ditambah harus jalan kaki untuk sampai ke tempat tujuan. Patut diingat bahwa kita (utamanya rang-orang Jakarta) adalah masyarakat yang malas jalan kaki. Bukan begitu mas peneliti Standford University?
Jadi alangkah lebih baik kita memanfaatkan lahan kosong sebagai garasi. Masa ya ga mau pemerintah menerbitkan izin penggunaan lahan untuk dialihfungsikan menjadi garasi. Buat apartemen dan hotel saja bisa kok. Eh.
Menurut saya, ada beberapa lahan yang bisa dimanfaatkan pemerintah untuk menjadi garasi.
1. Sawah
Kenapa sawah menempati urutan pertama? Karena sawah adalah lahan paling enak buat diperjualbelikan. Apalagi sudah banyak lulusan persawahan malas balik kembali ke sawah. Lebih baik ke bank. Ini saya cuma mengutip pernyataan Bapak Presiden Yang Terhormat (harus pake yang terhormat nanti kalo alpa bisa tercyduk) waktu njenengan pidato di IPB. Lagipula kita sudah menjadi bangsa impor. Beras kita kan sudah impor dari Thailand, apa masih mau impor dari negara yang lain?
Emang masih ada yang mau ya warga Jakarta balik ke sawah? Rasanya sungguh susah. Kalopun ada, mungkin hanya 0,00001 persen dari total jumlah warga Jakarta.
2. Lapangan Sepakbola
Ini bisa menjadi opsi kedua bagi pemerintah. Banyak lapangan sepakbola yang malah tidak dimanfaatkan dengan baik. Yang ada rumputnya makin meninggi. Malah yang paling mengenaskan dibuat untuk lahan makan bagi kambing atau sapi. Dih, aneh.
Lebih baik pemerintah beli saja sebagian lapangan sepakbola yang terbengkalai. Kalo ndak mau mending menyuruh kelurahan setempat untuk mengelolanya. Caranya? Tetapkan iuran yang pantas bagi pemilik mobil yang tak punya garasi. Nah, jadinya kan sama-sama enak. Pemilik mobil lega, kas kelurahan meningkat. Daripada harus repot-repot menyunat dana desa, mending meningkatkan pendapatan dari penyewaan garasi. Mudah bukan?
3. Mall
Loh kok pilihan terakhir ada mall? Tunggu dulu. Ini bukan mall yang diperuntukkan sebagai pusat perbelanjaan. Melainkan untuk dijadikan sebagai pusat pergarasian. Jadi mall khusus untuk penyimpanan mobil. Kalo perlu diperluas menjadi mall penyimpanan kendaraan bermotor. Jadi tak hanya mobil, melainkan motor, bus bahkan truk.
Nanti disediakan beberapa kios yang dijadikan tempat untuk penyewaan garasi. Jadi para pemilik kendaraan bisa memilih kios mana yang pantas baginya. Mungkin semacam ada pilihan deluxe, premium atau VVVVIIPP. Semuanya sama-sama aman. Cuman yang beda kualitas dan tata letak kenyamanan garasi. Bisa jadi kalo deluxe yang menjaga adalah sipir LP Cipinang sedangkan VVVVIIPP yang menjaga adalah salah satu pengawal Raja Salman.
Sama-sama aman dan nyaman bukan?
Jadi buat pemilik mobil atau kendaraan bermotor lainnya, jangan khawatir atau ragu-ragu untuk tidak membeli. Beri beban untuk pengurusan garasi pada pemerintah. Biarkan mereka yang berpikir. Kita sudah mau membelanjakan harta untuk kendaraan bermotor kok masih harus mikir buat garasi.
Oh iya satu lagi. Jangan kasi pajak yang tinggi untuk garasi. Cukup pajak penulis saja yang tinggi.
Tabik.