HONGIB(I)

Saya tak pernah benar-benar ingat kapan pertama kali mengucapkan kata hongib. Namun, yang jelas, kata hongib pertama kali terdengar oleh telinga saya saat melakukan pengejaran lawan bersama teman-teman.

“Awas, hongib di belakangmu.”

Ketika mendengarnya, saya tak paham maksud dari kalimatnya. Hongib? Apa itu?

“Itu lho di sana.” Ia berbicara keras sembari telunjuknya menunjuk ke belakang dan hampir mencolok mata sipit saya.

Saat menoleh ke belakang, saya baru sadar. Sesosok pria dengan berbaju warna susu murni nasional mengayunkan tangan kanannya dan menghujam bagian atas helm saya.

“Praakkk.” Begitu bunyinya. “Hayooo, pulang, ndakkk!!!”

Beruntung, meski suara pukulan terbilang metal di telinga, helm BMC masih melindungi kepala saya dengan aman. Bahkan, tidak ada lecet sedikit pun di helm saya.

Kami lolos dan segera kembali ke markas. Setelah kejadian tersebut, saya baru paham apa itu hongib.

Jika kamu pernah mempelajari aksara Jawa, pasti tidak asing dengan kata ha-na-ca-ra-ka; da-ta-sa-wa-la; pa-dha-ja-ya-nya; ma-ga-ba-tha-nga.

Ya, kata tersebut pada era saya mudah ditemukan di Pepak Basa Jawa. Letaknya selalu di sampul bagian belakang. Aksara yang agaknya jika dituliskan, harus pemah lembut dan penuh lika-liku, menurut saya.

Nah, kata hongib sebenarnya berasal dari aksara Jawa. Jika orang Malang mengenal bahasa walikan seperti Ngalam, Uhat, Komes, Kane hingga Nendes Kombet, orang Jogja pun memilikinya namun dengan penyebutan yang unik. Contohnya: Hongib.

Jika bahasa walikan Malang hanya dibalik susunan hurufnya, bahasa walikan Jogja berpola lompat mengacu aksara Jawanya.

Bingung? Coba kamu ambil kertas dan pulpen.

Kamu tulis dulu aksara jawa menggunakan huruf abjad. Jangan belagu untuk mengingat-ingat. Tulisan lebih ampuh dari sekadar ingatan.

Kemudian, sebelum memasuki kata hongib, saya memulainya dengan kata yang paling mudah yaitu DAGADU.

Jika kamu pernah ke toko Dagadu di Jogja, akan melihat kata tersebut beserta simbol mata. Maksudnya apa? Karena DAGADU berarti MATAMU. Polanya begini. DA ke MA, GA ke TA, dan DU ke MU.

Inti dari rumus ini adalah melompat ke baris selanjutnya sebanyak dua kali. Entah itu ke atas atau ke bawah. Baris pertama ke baris ketiga, begitu juga sebaliknya. Baris kedua ke baris keempat, begitu juga sebaliknya.

Kalo sudah paham, coba tebak apa arti HONGIB?Ya, benar sekali. HONGIB berarti POLIS(I). Semestinya kata yang benar adalah HONGIBI. Akan tetapi, demi efisiensi pengucapan, yang sering dilontarkan adalah mengurangi huruf I pada bagian akhir kata. Jadi tahu, kan?

Setelah memahami pola aksara Jawa, dan dengan walikannya, maka mudah bagi kami untuk memberi tanda kepada teman-teman.

“Dosing hongib!!”

Dosing berarti mobil (Coba cek lagi polanya). Kalimat tersebut menggunakan tanda seru maksudnya berarti hati-hati dengan mobil polisi. Entah untuk mengamati kami karena kerumunan atau hendak menilang kami.

Akhirnya, kata-kata tersebut acapkali digunakan kami untuk mengelabui mereka. Kadang berhasil karena mereka tak mengerti kalimat yang kami ucapkan. Kadang gagal karena ternyata mereka adalah akamsi.

Ketika melihat trending akhir-akhir ini di medsos sebelah, setelah saya amati, tidak ada satu kata pun (atau ternyata terselip dan saya belum membacanya) yang menggunakan hongib. Baik itu bernada negatif maupun positif.

Barangkali, kata hongib terkena gejala sripah alias menjelang punah. Menurut saya, ini mengkhawatirkan. Semestinya kata tersebut dilestarikan. Demikian pula dengan kata-kata lainnya. Seperti sahan, pisu, lodse dan lain sebagainya. Toh bisa buat guyon bagi orang-orang di Jogja.

Maka dari itu, agar tetap lestari, cobalah mengucapkan kalimat ini dengan penuh semangat:

“Woy, pabu sacilaaatt!”Kalo mereka bereaksi, dan melakukan tindakan, itu namanya sesuai prosedur.