Apa jadinya jika semua makanan Indonesia harus impor? Beras impor, garam impor, gula impor, daging sapi juga ikutan impor. Lalu apa yang tak perlu diimpor?
Mie instan.
Mungkin mie instan adalah penemuan terbaik yang pernah ada di dunia. Ditemukan di Jepang oleh Momofuku Ando kemudian mie tersebut menjadi populer di Indonesia. Apa yang membuat mie instan layak digemari? Mudah, praktis, dan rasa menawan. Ketiga faktor tersebut layak dijadikan kunci kenapa mie instan menjadi favorit bagi masyarakat Indonesia.
Kita boleh berbangga bahwa kita memiliki produk mie instan yang dikenal di luar negeri. Mulai dari Serbia, Maroko, hingga Nigeria. Untuk negara yang terakhir ternyata sudah lebih dari 20 tahun mie instan Indonesia telah berada di sana. Saking lamanya, masyarakat Nigeria lebih menyebutnya makanan asli Nigeria bahkan cenderung menjadi makanan primer. Bukan nasi seperti di Indonesia.
Tidak hanya di luar negeri. Di negeri kita yang makin senang impor kebutuhan pokok, mie instan layak mendapat sebutan sebagai makanan utama pengganti nasi. Sebagai contoh, dimanapun ada bencana di Indonesia, sudah pasti kebutuhan makanan yang pasti ada di wilayah pengungsian adalah mie instan. Bukan beras. Bukan pula sagu.
Kalo kamu perhatikan pula posko mudik lebaran, hampir setiap perusahaan mie instan berlomba-lomba mendirikan posko. Dan memang terbukti, banyak pemudik yang memanfaatkan tempat tersebut untuk santap pagi-malam. Ada yang gratis. Ada pula yang berbayar.
Selain itu, bagi mahasiswa/i yang uang di dompetnya tinggal sehelai daun jeruk, maka mie instan menjadi messias bagi perut yang butuh pemadam kelaparan. Kalopun kamu pergi kemah di gunung ataupun di pantai, sudah pasti di setiap tas minimal terdapat satu bungkus mie instan. Saya berani bilang begitu karena sehabis kemah di pantai/gunung selalu saja ada bungkus mie instan yang berserakan. Mungkin maksudnya meninggalkan kenangan yang berbekas. Eh kenangan apa sampah?
Mie instan memang layak digemari. Kalo dulu mungkin kamu hanya bisa merasakan rasa ayam goreng dan soto, sekarang sudah bermacam-macam. Ada rendang, pecel, kari dan masih banyak lainnya. Saya masih menunggu akankah ada produk mie instan yang mengandung rasa buah. Rasanya mungkin bisa menjadi solusi bagi mereka yang ingin makan mie tanpa harus menambah pencuci mulut. Mie rasa buah.
Berdasarkan data The World Instan Noodles Association, pada tahun 2015, data penjualan mie instan berada di angka sekitar 97 miliar Jika jumlah seluruh manusia bumi berjumlah sekitar 7,2 miliar pada tahun tersebut, kira-kira setiap manusia bumi menghabiskan 13 bungkus mi instan setiap tahunnya. Luar biasa bukan?
Di Indonesia, masyarakat yang mengonsumsi mie instan paling sering ada di Bangka Belitung. Kalo masyarakat yang paling jarang mengonsumsinya ada di NTT. Dalam sepekan mereka hanya mengonsumsi tak sampai setengah bungkus mi instan 80 gram. Bandingkan dengan masyarakat Bangka Belitung yang mengonsumsi hampir 2 bungkus dalam sepekan.
Seharusnya kalo melihat data tersebut, Indonesia bisa dong buat museum. Museum Mie Instan. Ini semata-mata demi menghargai produk lokal. Tapi gimana ya, museum identik dengan benda-benda mati, jadi jarang banget masyarakat Indonesia datang ke museum. Kecuali jika nanti benar-benar ada museum mie instan, tiket masuk jangan hanya karcis tapi ditambah pula mie instan gratis. Dijamin laris.
Tapi bagaimana jika ada yang berkata mie instan adalah produk membahayakan karena mengandung pengawet? Saya yakin itu manusia yang dengki dan iri. Mungkin dia tidak suka dengan bunyi “slurrrrrp” dari mie instan. Atau mungkin dia takut produk makanannya tersaingi.
Asal kamu tahu ya, Momofuku Ando saat ditanya apa resep makanan bisa tetap sehat hingga usia 90 tahun. Mungkin kamu kaget. Jawabannya sungguh mengagetkan. Menyantap mie setiap hari. Entah dia bercanda atau serius. Yang jelas memang kenyataan ia bisa hidup sampai usia sangat senja.
Tapi yang menjadi pertanyaan kenapa mie instan selalu berbohong kepada kita? Bahkan sampai tulisan ini nantinya dimuat, tak ada niat sedikitpun bagi penemu mie atau pemilik perusahaan mie instan memberikan sedikit klarifikasi. Apa kebohongannya?
Ya. Mie instan goreng. Pembuatannya selalu direbus. Kenapa direbus padahal tertulis mie goreng? Pertanyaan ini lebih susah daripada menemukan fakta duluan mana telur atau ayam. Ataupun pertanyaan apakah tomat termasuk buah atau sayuran.
Sampai sekarang saya masih penasaran. Kenapa ya? Ada yang bisa mengatakan hal sebenarnya? Soalnya ini menjadi bahan lelucon untum masyarakat Indonesia. Ada adagium unik bin aneh. “Kalo cari pasangan hidup, jangan memilih penyuka mie instan, nanti mudah dibohongi.”
Tuh kan. Aneh banget. Padahal hampir sebagian besar masyarakat kita pemuja mie instan. Fans die hard mie instan. Mulai dari anak kecil hingga dewasa. Mulai dari cabe-cabean hingga terong-terongan. Kalo menurut saya adagium tersebut kurang tepat. Ada adagium yang lebih tepat, tajam hingga menusuk. Apa itu?
“Kalo pilih wakil rakyat, jangan memilih penyuka mie instan, nanti mudah dibohongi.”