Toleran Itu Apa?

Sumber: astaga.com

Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi keberagaman. Karena kita hidup dalam suku, agama, dan ras yang berbeda. Tapi ingat, kalo pendapat yang berbeda itu tak bisa dianggap beragam. Karena pendapat yang benar adalah milik penguasa.

Kamu bisa bilang bahwa kita harus memaklumi orang yang bertato. Tidak semua orang bertato adalah orang yang memiliki perangai buruk dan suka mengutuk. Itu bisa jadi benar.

Saya punya tetangga lelaki yang mungkin hanya mata dan telinga yang tidak ditato. Di lingkungan kami, ia sangat disegani. Bukan karena pesona tatonya, melainkan karena kesigapannya. Jika ada orang kena musibah, ia selalu menjadi orang pertama yang hadir untuk memberikan pertolongan.

Kalo kamu bilang orang bertato itu berbahaya, mungkin kamu masih masuk ke dalam alam ORBA yang memang pada waktu itu orang bertato dianggap preman. Dan tentunya meresahkan hingga harus dipisahkan dari dunia nyata. Alias dikembalikan ke alam baka.

Kamu bisa bilang bahwa kita harus memaklumi perempuan yang merokok. Tidak semua perempuan merokok adalah perempuan hina dan pantas untuk dicerca. Itu bisa jadi benar.

Kamu tahu Danilla Riyadi kan? Penyanyi perempuan berkacama bulat dengan suara yang membuat siapa saja yang mendengarnya seakan terbius. Coba dengarkan lagu Berdistraksi atau Senja Diambang Pilu. Kamu akan dibuat melayang dengan suara indahnya.

Konon, ia sering bernyanyi sembari merokok. Ia seakan tak peduli tentang omongan orang bahwa perempuan merokok itu moralnya buruk. Ia pun bisa membuktikan bahwa ia bisa menghasilkan karya yang baik dan bagus.

Kalo kamu bilang perempuan merokok itu hina, mungkin kamu masih masuk ke zaman lampau bahwa rokok itu diciptakan untuk lelaki bukan untuk perempuan. Haduh.

Kamu bisa bilang bahwa perempuan bercadar itu radikal. Padahal tidak semua yang bercadar itu memiliki jiwa radikal. Itu bisa jadi benar.

Sebuah desa di utara kota Jogjakarta ada sekelompok perempuan bercadar yang mengontrak sebuah rumah. Memang, mereka memiliki pengajian yang mungkin hanya bisa dimasuki oleh kelompoknya.

Tapi, jika ada kerja bakti, mereka selalu menyempatkan hadir. Tak jarang mereka sering membagi-bagikan makanan ke tetangga sekitar. Apakah tetangga sekitar merasa terancam? Tidak.

Ya kecuali kalo kamu sedang berada di kampus yang (mungkin) mayoritas tak bercadar dan kebetulan kamu bercadar, lebih baik pindah. Bukan karena kamu nanti bisa dipecat atau disingkirkan, tetapi untuk berkembang menjadi manusia yang lebih baik.

Cerita-cerita yang saya ungkapkan di atas adalah kisah nyata yang terjadi di Indonesia. Khusus yang terakhir adalah kisah yang baru saja terjadi. Lebih tepatnya di Jogjakarta.

Konon, kampus adalah tempat yang paling netral untuk mengadu pernyataan dan mengaduk pemikiran. Tempat di mana para mahasiswa boleh mengungkapkan pendapatnya.

Tak peduli itu sifatnya provokatif dan agitatif. Tak peduli pula kamu pakai celana jeans belel atau kaos oblong.
Tapi itu dulu. Lain sekarang. Kampus harus memiliki aturan mana aturan yang pantas dipatuhi dan tak boleh dilanggar. Kalo dilanggar? Ya, kamu keluar. Tak peduli sepintar apa isi otakmu. Tak peduli apa sejenius apa ucapanmu.

Tentu kampus yang seperti itu pasti punya alasan tersendiri kenapa mahasiswa harus berpakaian seperti itu. Ingat, mahasiswa yang patuh tercermin dari kampus yang baik.

Jadi semisal di kampus kamu ada larangan bercadar, ya jangan coba-coba untuk pakai cadar. Apalagi setelah ada investigasi dan doktrin yang menyatakan bahwa yang bercadar terindikasi radikal. Ya, kelae urusanmu.

Mau pake alasan kalo kamu bercadar hanya ingin menutupi debu dan asap kendaraan bermotor yang makin berkeliaran di kotamu, atau mungkin kamu bercadar karena kamu takut bahwa jerawat atau komedomu terlalu banyak, tetap saja kamu melanggar aturan.

Lalu kamu mau bilang ini hak berpakaian? Hak untuk kebebasan ekspresi? Apa ini perilaku keberagaman? Loh kamu siapa?

Bercadar kok dianggap keberagaman. Bercadar ya radikal. Titik. Ndak ada kompromi. Ingat, keberagaman itu mayoritas. Bukan milik minoritas.

Kemudian kamu menuntut hak minoritas? Hak untuk hidup? Loh kamu siapa? Emang ada yang mau lembaga HAM membela kamu? Kalo dibilang radikal ya radikal. Kok masih ingin membela diri.

Tapi sekali lagi, tampaknya kamu tak ingin menyerah. Kamu ingin bilang harusnya ini kebhinekaan? Harusnya ini pluralisme?

Ya ampun. Sudah dihakimi kalo kamu radikal kok malah menuntut kebhinekaan? Kebhinekaan itu ya bersifat nusantara dan berkemajuan. Sama seperti pluralisme. Pokoknya tak ada hak bagi kamu untuk membela.

Terus kamu sekarang mau mempertanyakan toleran itu apa?

Toleran itu yang memenuhi harapan penguasa. Bukan memenangi hati penguasa. Ingat, kadang orang yang toleran bisa jadi intoleran. Kadang, tidak selalu kok.