Foto diambil dari http://logos.wikia.com
Agama adalah sesuatu yang didalamnya terdapat cinta, kasih, dan perdamaian. Begitulah kalimat pernyataan yang diungkapkan oleh Komaruddin Hidayat, salah seorang guru besar UIN Syarif hidayatullah Jakarta. Saya percaya dengan pernyataan tersebut. Saya merasa dengan beragama maka saya memiliki kekuatan hidup dalam belajar, berpikir, bertindak maupun bersikap. Itulah hal yang saya rasakan ketika akhirnya menetap selama 6 tahun di Malang. Saya memilih AREMA sebagai “agama” kedua saya.
Malang adalah salah satu kota terbesar di Jawa Timur. Kota yang terkenal dengan pelbagai macam kuliner, hawa dingin, bahasa walikan, dan tentunya sepakbola. Sepakbola menjadi denyut nadi kehidupan masyarakat Malang. Tanpa sepakbola, Malang boleh dikatakan sepi kehidupan. Begitulah kiranya. Saya pikir sepakbola juga yang menghidupi hampir separuh lebih kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat Malang.
Di Malang terdapat dua klub sepakbola yang tersohor. Persema Malang dan Arema Malang. Persema dengan jersey merah sedangkan Arema dengan jersey warna biru. Persema memiliki homebase di area perkotaan yaitu Stadion Gajayana sedangkan Arema memiliki homebase di daerah kabupaten Malang yaitu Stadion Kanjuruhan. Ada banyak dimensi perbedaan diantara keduanya. Termasuk untuk urusan popularitas, prestasi dan suporternya.
Arema berdiri pada tahun 1987. Beda 3 tahun dari usia saya saat ini. Arema memiliki logo Singa sehingga klub tersebut dijuluki “Singo Edan”. Kalopun anda sempat berkunjung ke Malang dengan menggunakan kereta api maka ketika anda tiba di stasiun, anda akan disambut dengan patung singa berukuran besar dengan warna kuning keemasan.
Arema memiliki supporter yang boleh disebut fanatik. Sebutan untuk supporter Arema yaitu Aremania dan Aremanita. Kalo dihitung berapa jumlah aremania dan aremanita saat ini, wah bisa dipastikan ratusan ribu atau mungkin hampir jutaan. Aremani(t)a tidak kemana-kemana tetapi ada dimana-mana. Itulah semboyan yang selalu dikumandangkan para supporter tersebut. Bisa anda lihat jika arema sedang bertandang. Pasti ada kelompok arema seperti aremania borneo ataupun aremania Jakarta.
Agama Kedua
Saya ‘resmi’ memproklamirkan Arema sebagai agama kedua saya setelah selama setahun saya mengikuti seluk beluk perkembangan sepakbola Malang pada tahun 2010. Tahun yang mana boleh dibilang tahun keemasan bagi masyarakat Malang. Pada tahun 2010, Arema meraih gelar supremasi tertinggi sebagai kampiun Liga Indonesia. Tahun yang mana melahirkan bintang baru bagi kancah persepakbolaan Indonesia seperti Zulkifli Syukur, Dendi Santoso, Benny Wahyudi dan Ahmad Bustomi.
Sejatinya saya mengikuti perkembangan sepakbola Arema sejak SMP. Sejak era Nanang Supriadi, Sutaji, hingga Firman Utina yang mampu membawa Arema menjadi kampiun di Copa Indonesia. Kalo anda lahir di tahun 90an, mungkin anda pernah merasakan permainan “bola kertas”. Pemainnya dibuat dari kertas yang dilipat kemudian diberi nama dan no.punggung. Begitu juga dengan gawangnya. Sedangkan bola cukup diuntir-untir supaya bisa “ditendang” oleh pemain. Nah pada saat itu, satu-satunya klub Indonesia yang pernah saya miliki adalah Arema Malang.
Saya pertama kali menginjakkan kaki di Stadion Kanjuruhan ketika Arema melawan Persipura. Saya masih ingat betul susunan pemain pada waktu itu. Mulai dari penjaga gawang bertubuh jangkung Kurnia Meiga, Zulkifli Syukur, Mantan pemain Kamerun di Piala Dunia 1998 yaitu Pierre Njanka, Purwaka Yudhi, dan Benny Wahyudi. Itu pos bagian belakang. Untuk bagian tengahnya diisi oleh Esteban Gullien, Ahmad Bustomi, pemain swiwi dengan kecepatan super yaitu M.Ridhuan, Mas Roman Chamelo, dan M.Fahrudin. Bagian penyerang adalah pemain keturunan Bawean yaitu Noh Alam Shah. Sejak kemenangan Arema atas Persipura dengan skor 2-1, saya tidak pernah absen menonton Arema di Kanjuruhan.
Bagi saya, Arema adalah Malang dan Malang adalah Arema. Anda bisa buktikan sendiri bila anda bertemu orang Malang. Atau ketika anda melihat persiapan masyarakat untuk menyambut pertandingan Arema. Para pekerja pulang lebih awal. Termasuk dosen saya yang ‘lebih baik’ membatalkan kuliahnya demi nonton Arema. Begitu juga dengan saya. “Lebih baik” titip absen daripada ketinggalan nonton Arema. Hampir seluruh kota Malang cukup ‘sunyi’ ketika Arema bertanding. Apalagi kalo pertandingan Arema disiarkan televisi. Mungkin bagi anda yang bukan pecinta sepakbola Arema dapat tidur di jalanan. Ya itulah mungkin dapat dikatakan jalan sunyi untuk menemui “Tuhan” Arema.
Di dalam stadion, ribuan bahkan puluh ribu manusia menyesaki bangku penonton. Dengan atribut berwarna biru dan berlogo singa hampir bisa dipastikan lautan biru penuh sesak di Kanjuruhan. Seakan menanti kehadiran “Tuhan’, anda bisa berdzikir. Tentunya bukan dengan tasbih, melainkan tahu dan kacang. Makanan yang pasti tersedia di Stadion Kanjuruhan. Anda bisa melihat tua-muda, laki-perempuan, dewasa-anak kecil, TNI-polisi atau lainnya semua tergabung dengan melebur menjadi satu untuk satu kebanggaan. AREMA
Begitu lagu Bagimu Negeri dikumandangkan, semua penonton berdiri sambil bernyanyi. Ada yang mengepalkan tangan, mata tertutup, meletakkan tangan pada simbol Arema dan masih banyak lainnya. Begitu selesai dikumandangkan, semua bunyi dipersembahkan kepada sang “Tuhan” Arema. Terompet, tepuk tangan, siulan, dan lainnya. Iringan nada bersatu dengan gerakan sang orchestra Yuli Sumpil menambah khusyuknya kita untuk mendekatkan diri pada sang “Tuhan”.
Kami Arema, Salam Satu Jiwa
Di Indonesia, kan slalu ada
Selalu bersama untuk kemenangan
Hoy, kami Arema
Salah satu ‘zikir’ favorit yang selalu saya ucapkan ketika Arema bermain. Bentuk ‘zikir’ tersebut biasa dinyanyikan menjelang usai pertandingan. Dan terkadang membuat saya menitikkan air mata karena haru dan khidmatnya dalam menonton Arema. Terlebih jika Arema meraih kemenangan. Ada rasa puas sekaligus bahagia.
Saat selesai, semua berbaris rapi sembari berjalan pulang ke tempat peraduannya. Esoknya, hampir semua masyarakat Malang memiliki topik Arema. Di sekolah, kantor, warung, atau dimanapun. Semua tampak klop jika mengobrol tentang Arema walaupun tidak saling kenal. Ya itulah Arema. Arema mampu menghadirkan ketenangan batin, kehangatan raga dan kesunyian jiwa. Arema mampu mengejawantahkan ’petunjuk’ baik secara horizontal maupun vertikal. Dan mengutip kata Gus Mus bahwa Arema mampu mengajarkan arti dari kesalehan secara sosial dan ritual. SALAM SATU JIWA. AREMA !!!
Moddie Alvianto Wicaksono
Komunitas Gaspolian ( Gerakan Suka Sepakbola, Politik, Kopi, Film dan Lainnya )
Bisa diikuti di @moddiealdieano