VAKSIN

Unsplash by Daniel Schludi

Pertengahan bulan Juli 2021, pemerintah Indonesia mengubah target untuk capaian vaksin. Jika sebelumnya sekitar 1 juta suntikan per hari, saat ini mencoba sampai 2 juta suntikan per hari.

Mungkinkah?

Jika mengacu data terakhir di Kementerian Kesehatan, tampaknya bisa terjadi. Pada Sabtu 26 Juni 2021, hampir sebulan yang lalu, pemerintah melewati target dengan lebih baik. Sekitar 1,3 juta suntikan per hari bisa dilakukan. Tentu saja itu kabar yang sangat menggembirakan.

Oleh karena itu, ketika seminggu yang lalu, 16 Juli 2021 vaksin AstreaZeneca (AZ) dipasok lagi sebesar 1.041.000, wajar pemerintah optimis. Apalagi, sampai pada tanggal itu, total vaksin yang dimiliki sebanyak 141.315.880. Optimisme ini patut dijaga karena dari hari ke hari semakin banyak orang yang mau divaksin.

Terlepas dari kemanjuran vaksin AZ dalam menangkal Covid-19, baru-baru ini sebuah perusahaan biofarmasi Medicago di Kanada merilis uji klinis. Uji tersebut barangkali bisa dipertimbangkan.

Medicago menggunakan Nicotiana Benthamiana, sejenis daun perdu (?). Namun bagi mereka lebih dikenal sebagai kerabat tembakau, bioreaktor yang berfungsi memproduksi partikel mirip virus Covid-19. Iya, mirip virusnya. Jadi, yang ditiru adalah arsitektur virusnya. Tapi, ini diklaim tidak menular.

Vaksin tersebut direncanakan bernama CoVLP Sars-Cov-2. Nama yang sungguh sulit diucapkan lidah Jawa seperti saya. 

VLP, demikian mereka menyebutnya, menghadirkan antigen ke sistem kekebalan tubuh. Kemudian, timbul respons imun yang protektif dan tahan lama. Oleh karena meniru aslinya, kemungkinan sistem kekebalan tubuh telah mengenalinya.

Sebagai orang yang awam akan istilah medis, tentu saja ketika membaca berita itu, saya nggumun. “Ternyata bisa begitu, ya, vaksin. Bisa kayak mata-mata.” Serupa tapi tak sama.

Sejauh ini, Medicago telah berhasil memasuki uji tahap kedua. Mereka mengklaim bahwa vaksinnya mampu memperbaiki imun seseorang 10x lebih tinggi. Tidak ada efek samping yang parah. Hanya ringan dan itu pun waktunya singkat.

Selanjutnya, mereka sedang menguji di tahap ketiga yang telah berlangsung sejak Mei 2021. Mereka mencoba sedikitnya 30.000 orang di Amerika Utara, Amerika Latin, dan Eropa. Mengapa tidak sampai ke Asia? Saya tidak tahu. Mungkin karena di sana tidak nasi kucing yang mana merupakan vaksin “alamiah” milik Indonesia, menurut seorang pejabat.

Jika berhasil, tentu saja semakin banyak variasi vaksin yang hadir di Indonesia. Sinovac dan Sinopharm dari Tiongkok, AZ dari Inggris, Pfizer dan Moderna dari AS, dan nantinya CoVLP dari Kanada.

Ini belum lagi ditambah kabar mengejutkan dari negara tetangga Thailand. Mereka berhasil memproduksi vaksin sendiri. Vaksin tersebut bernama CU-Cov19 (mRNA). Dan klaim dari pemerintah setempat, vaksin tersebut mampu menangkal varian Delta yang semakin trengginas. Sayangnya, kok ndilalah pemerintah sana sudah terlanjur menandatangani perjanjian dengan Pfizer.

Bagi orang yang kebetulan mendalami dunia Hubungan Internasional, tentu saja kabar di atas sungguh menarik. Apalagi bagi orang yang memiliki minat Ekonomi Politik Internasional. Apa yang bisa dilihat dari sana?

Tidak lain dan tidak bukan adalah perang dagang. Tiongkok, Inggris, dan Amerika Serikat. Saya tidak tahu apakah vaksin Sputnik V dari Rusia dan Covovax dari India akankah ikut meramaikan persaingan ini. Yang pasti, kedua vaksin tersebut sedang memasuki proses evaluasi dari BPOM.

Ini memang menarik dan unik. Kebetulan, 4 dari 5 anggota Dewan Keamanan PBB (Tiongkok, Rusia, AS, dan Inggris) mampu memproduksi vaksin tersebut. Ya, wajar, sih, mereka bisa bergerak cepat. Selain karena infrastrukturnya handal dalam bekerja, tugas utama mereka adalah mengamankan dunia. Sekali lagi, catat, ya. Mengamankan Dunia.

Lalu, apa kabar vaksin Nusantara?

Dalam sebuah webinar yang bertajuk “Perang Biologis Pandemi Covid-19: Lessons Learned and Efforts to Reinforce Health Security to Accelerate Covid-19”, Terawan mengklaim bahwa vaksin Nusantara lah yang menyelamatkan dan membasmi Covid-19.

Sayangnya, hingga kini, BPOM belum meloloskan vaksin Nusantara tersebut. Alasannya, elemen dari vaksin Nusantara sepenuhnya berasal dari sebuah perusahaan Amerika Serikat, Aivital Biomedical Inc.

Dan lagi-lagi, Amerika Serikat bermain dalam hal ini. Seakan tidak puas dengan Pfizer dan Moderna, Nusantara pun ingin dibuat serupa. Kepanjangan tangan dari negara adidaya.

Dan yang perlu kamu ketahui, CoVLP yang dibuat di Quebec, Kanada itu, bekerja sama dengan Mitsubishi Tanabe Pharma dan Philip Morris International. Mitsubishi berkantor pusat di Jepang namun memiliki cabang di Amerika Serikat. Sedangkan yang kedua, berkantor pusat di Amerika Serikat namun memiliki cabang di Indonesia.