PNS

Pekan ketiga Oktober 2017 adalah pekan yang menegangkan. Begitulah gambaran yang tepat sebagai ungkapan ekspresi para pegiat CPNS. Ya, sudah sepekan ini tes CPNS dilaksanakan di mana-mana termasuk di kota saya, Yogyakarta.

Kebetulan saya baru saja melaksanakan tes yang boleh dibilang melelahkan dan menegangkan. Bagi saya, ini tes ketiga yang sama menengangkannya setelah UN SMA dan ucapan ijab kabul. Bedanya adalah suasana yang berlangsung di arena tersebut.

Oke mari kita mulai ceritanya.

Saya mendapat jadwal pukul 12 siang. Bagi saya, itu jadwal aneh. Disaat orang-orang seharusnya istirahat, ini malah melaksanakan ujian. Lebih tepatnya ujian negara. Apa jadinya mau jadi calon pengabdi negara malah melawan aturan negara? Tentu saya tak mungkin melakukannya dalam waktu dekat.

Dalam peraturan disebutkan bahwa peserta harus hadir 1 jam sebelum jadwal pelaksanaan dimulai. Saya kira hal tersebut cukup bagus mengingat kalian tahu sendiri bahwa manusia Indonesia lebih suka terlambat daripada tepat waktu. Dan itu sudah mem-budaya dari level atas sampai bawah.

Saya berangkat menggunakan setelan Juventus. Kemeja putih dipadu dengan celana hitam. Saya heran sejak kapan pakaian putih-hitam dianggap sebagai bentuk pakaian bagi para calon anggota baru. Dan sekali lagi hal tersebut telah mem-budaya di pelbagai instansi. Atau jangan-jangan memang para presiden Indonesia adalah fans Juventus? Entahlah~

Sampai di sana, kami dipersilahkan duduk sesuai urutan. Datang paling awal dapat di depan. Kalo datang paling akhir ya dapat paling belakang. Tampak beraneka ekspresi dari para peserta CPNS. Ada yang ngantuk. Muram. Cemas. Bahagia. Dan Woles.

Semua sudah harus mempersiapkan kartu peserta ujian dan KTP. Barang bawaan yang tak perlu harap dimasukkan tas atau dititipkan ke pengawas. Barang tersebut antara lain jam tangan, cincin, kalung, handphone, kunci motor, dan jimat. Untuk yang terakhir, pengawas mengatakan berulang kali. Mungkin takut kejadian tempo lalu bisa terjadi di Yogyakarta.

Daripada kunci motor, kok para pengawas ndak memikirkan sabuk celana. Padahal hal tersebut lebih berbahaya. Dalam berbagai kasus pencurian atau pembegalan biasanya jimat ditaruh di sabuk. Bukan di kunci motor. Mungkin pengawas luput atau mungkin mereka berpikir kalo peserta ndak pakai sabuk justru celananya mlotrok.

Kan ya ndak lucu. Ini mah namanya pencemaran busana rapi.~

Saat melewati pemberkasan, seorang petugas berbicara dengan pelan kepada teman di sebelahnya. “Orang Jogja kalem-kalem yha.” Entah apa maksud dibalik ucapan tersebut. Saya menduganya bahwa mungkin mereka melihat orang-orang Jogja terbiasa menaati peraturan di dalam ruangan. Beda kalo di luar ruangan. Lebih kelam.

Apalagi kalo di jalanan. Pengendara Jogja adalah juaranya. Tak heran para pembalap nasional selalu dari Jogja. Sebut saja Doni Tata, Hendriansyah dan masih banyak lainnya.

Kemudian kami naik ke lantai dua. Kami kembali diperingatkan supaya barang-barang bawaan tak perlu harap dititipkan. Tersedia pelbagai loker yang tersedia. Jadi sekali lagi, kita hanya membawa KTP dan kartu peserta ujian.

Sembari menunggu, kami dihimbau untuk melihat papan layar berisi tata cara pengisian jawaban. Saya menyimak dengan seksama hingga muncul kalimat yang menurut saya janggal. Saya tak begitu ingat susunan katanya. Namun kira-kira seperti ini, “jika para peserta telah selesai, silakan pencet tombol selesai ujian maka muncul halaman score.”
Saya heran. Apa itu score? Hasil akhir? Yawla ini tes CPNS di Indonesia loh. Bukan di Enggres atau Selandia Baru. Andaikan saat itu ada Ivan Lanin, sudah pasti beliyo akan tersenyum sambil berkata, “Maaf saya masih berada di Indonesia kan? Tolong gunakan kalimat bahasa Indonesia yang baik dan benar.”

Azan berbunyi. Waktu menunjukkan pukul 11.45. Ada seorang peserta yang meminta waktu untuk solat zuhur. Ah, sayang sekali. Permintaan tersebut ditolak dengan alasan bahwa waktu tes CPNS tidak lebih dari 2 jam. Jadi masih ada waktu untuk solat zuhur.

Andaikan peserta tersebut adalah pendukung anti Jokowi, ia pasti akan berkata, “Indonesia adalah negara sekuler. Mau sholat tepat waktu saja tak boleh!!” Tapi ia tak mungkin kuat mengatakan demikian. Ia saja masih berharap pada negara masa mau menghardik negara. Kan ya ndak mungkin toh~

Tapi setelah itu mungkin ia tersenyum.

Begitu masuk ke ruangan, ada yang aneh. Tak ada foto Jokowi dan Jusuf Kalla. Sekelas gedung negara tak ada foto kepala negara kan aneh bin ajaib. Kalo ada pendukung pro Jokowi mungkin mereka akan berteriak, “Ini kok foto kepala negara tak ada, ndak ada hormat-hormatnya. Ini sama saja menghina simbol negara. NKRI Harga Mati!!”

Tapi kan ndak mungkin hal tersebut diucapkan. Muke gile boss!!

Di dalam ruangan tersedia empat kamera pengintai. Dua di depan. Satu di sebelah kanan dan satu di belakang. Ini bagus. Mungkin agar mempersulit kita untuk mencontek. Kemudian terdapat enam pendingin ruangan. Baguslah. Jogja panas beett. Dua kaca besar di belakang. Saya ndak ngerti maksudnya apa ditaruh kaca. Dikira kita mau cukur rambut kali yha~

Sebelum mulai, ada sebuah kejutan berharga. Seorang pejabat yang mewakili sebuah lembaga hadir. Memberi pesan-pesan perjuangan. Tak lupa mengingatkan bahwa kalo jadi PNS harus siap lembur. Jangan dikira PNS itu kerjaannya hanya ngopi dan baca koran.

Batin saya, “wah saya salah masuk lembaga. Harusnya kan PNS emang seperti itu. Apa sudah berubah sejak era Jokowi karena slogan kerja, kerja, dan kerja?” Entahlah.

Selesai memberi pesan-pesan tersebut, tak lupa ia melakukan swafoto. Ingat, sudah sepantasnya pejabat melakukan hal demikian. Biar dianggap kekinian. Masa mau dibilang pejabat ndeso. Itu mah cuma label yang disematkan pada Jokowi. Eh.

Nah. Tes dimulai. 100 soal dengan waktu 90 menit. Tes terdiri dari tiga hal. Wawasan kebangsaan, intelegensi umum, dan karakteristik pribadi. Dari sini mulai terlihat tingkah laku peserta yang unik-unik.

Ada yang selalu memutar “godek”. Ada yang berulangkali lepas kacamata. Ada yang lelah mengatur nafas. Ada yang kedinginan. Tapi dari semua itu ada yang paling aneh. Selalu mencolokkan pensil ke lubang hidung di sebelah kiri. Saya kira itu cuma sekali dua kali. Tapi itu berulang kali. Seriyes.

Mungkin itu semacam jimatnya untuk menjawab soal. Barangkali lho ya.~
Setelah 90 menit, semua peserta tampak ada yang senang dan sedih. Ya itu karena hasil langsung diumumkan. Tapi katanya itu belum menjamin kelulusan karena masih diatur sesuai peringkat. Ini saya yang ndak ngerti.

Ya sudah begitulah ceritanya. Sebenarnya masih banyak cerita-cerita konyol pasca usai tes. Tapi saya sudahi dulu saja yha.

CADAR

Ada banyak peristiwa penting yang terjadi di bulan Oktober. Belanda gagal lolos Piala Dunia 2018, film Pengabdi Setan dinobatkan sebagai film horor terlaris sepanjang masa, pelantikan Anies-Sandi yang menuai kontroversi gegara kata “pribumi”, hingga pelarangan cadar di berbagai negara.

Saya mau cerita soal cadar. Mulai dari Kanada. 17/10/2017 (kayak angka cantik ya) secara resmi parlemen Kanada membincangkan kembali masalah cadar layak di publik atau tidak. Sebagai negara yang konon katanya menganut prinsip kebebasan, ada pro kontra yang terjadi. Cadar diperbolehkan karena hak individu dan asalkan tidak mengganggu ketertiban umum. Cadar dilarang karena keterkaitan isu terorisme dan islamophobia yang kian menggurita.

Selama ini, Kanada diklaim menerapkan kebebasan bagi seluruh penduduknya. Mau kamu penganut LGBTQ, pemuja setan, penyuka makanan mentah, semua dilindungi. Begitu pula dengan kelompok mbak2 bercadar. Dilindungi atas nama kebebasan berkumpul dan berserikat.
Makanya justru aneh ketika hari ini Quebec, salah satu daerah Kanada meninjau kembali peraturan tentang cadar. Apa ada tekanan dari partai sayap kanan? Entahlah.

Nah, ngobrol soal cadar tentu saja tak bisa lepas dari negara Islam dong. Perdebatan mulai dari kitab suci hingga kitab klasik lagi-lagi menghangat. Ada yang mewajibkan, mensunahkan, hingga tak memperbolehkan.

Saya mau cerita tentang Mesir. Negeri yang baru saja memperoleh tiket Piala Dunia 2018 punya sisi unik soal cadar. Saya mendapat cerita soal cadar dari istri yang kebetulan sedang berada di Mesir. Lebih tepatnya Kairo.
Baru-baru ini, riset dari Thomas Reuters Foundation 2017 menempatkan Kairo sebagai kota tak ramah bagi perempuan pada peringkat pertama dunia. Saya yang baca berita tersebut jujur agak kaget dan risau. Bagaimana mungkin Mesir yang dijunjung dan dikatakan sebagai “Negara Timur Tengah penganut Islam Moderat” oleh sebagian umat Islam di Indonesia bisa mendapatkan label seperti itu?

Tapi setelah membaca berita itu, saya jadi ingat beberapa teman istri saya yang kebetulan sama-sama bertugas di sana beberapa kali mendapatkan “catcalling” oleh orang-orang sana.
Ketika itu kebetulan ada istri saya saat kejadian catcalling yang menimpa temannya, istri saya berteriak dalam bahasa Arab yang intinya “Heh, laki-laki tak beradab! Kaum Firaun!”

Kalian tahu, mereka hanya tersenyum, tertawa, kemudian justru mencoba mengejar rombongan istri dan teman-temannya. Apa reaksi orang-orang sekitar?

Diam saja. Menganggap itu adalah kejadian umum dan sudah biasa.

Setelah kejadian itu, tanggapan saya sederhana. Saya menyarankan istri dan beberapa teman untuk mencoba menggunakan cadar supaya tak diganggu lagi. Tapi agaknya saran itu tak kunjung dilakukan. Toh, alhamdulillah setelah kejadian tersebut, tak ada lagi kejadian serupa.

Nah, kebetulan istri dan beberapa teman ditugaskan untuk mengajar Bahasa Indonesia bagi mahasiswa dan dosen di Mesir. Ada yang di Pusat Kebudayaan Indonesia, Universitas Ismailiyah, dan Universitas Al Azhar. Kebetulan, istri saya ditempatkan mengajar di Universitas yang disebutkan terakhir.

Betapa kagetnya istri saya, ketika mendapati kelas yang isinya seluruh perempuan memakai cadar. Sejenak ia mbatin, “Kalo di Arab Saudi mungkin wajar, lha ini di Mesir.”
Tentu ini menjadi persoalan sedikit rumit. Ia bertugas tak hanya mengajar kalimat “Ini ibu Ian atau ini ibu sudah pulang” tapi juga bernyanyi atau menari. Mengenalkan aneka budaya Indonesia. Akan tetapi, sayangnya itu tak bisa dilakukan.

Bagi mereka hal tersebut bisa dikatakan ‘haram’. Yang bikin repot pula, mereka tak mau difoto. Padahal kebutuhan laporan mewajibkan ada sesi kelas untuk difoto. Tapi rupanya istri saya tak kehilangan akal. Ia membujuk mereka untuk difoto namun dari belakang. Dan berhasil.

Usut punya usut, selain karena syariat mereka menggunakan cadar karena takut diperlakukan seperti apa yang dialami oleh beberapa teman istri. Dan itu efektif. Sepanjang para wanita menggunakan cadar di Kairo, kemungkinan kecil untuk diganggu. Istri saya sempat bilang kepada saya, “Mungkin ini alasan Allah menempatkan para Nabi di Mesir.”

Tapi tentu saja tak semua wanita Mesir berperilaku seperti itu. Ada juga yang tak mengenakan cadar dan mereka baik-baik saja. Tak pernah mendapatkan perlakuan seperti itu.

Di Indonesia, polemik tersebut kembali menghangat pasca ada beberapa kampus negeri yang melarang penggunaan cadar. Ini pasti menimbulkan pro dan kontra. Ada yang berkata itu syariat harus ditegakkan tapi ada pula yang bilang itu budaya Arab. Lantas mana yang benar dan mana yang salah? Saya cuma bilang ketika kebenaran menjadi milik antum, maka kesalahan hanya milik oknum.

Mungkin di era kidz zaman now, agaknya jadi perempuan kekinian sedikit rumit. Berpakaian mini dikira perempuan tak baik-baik, berpakaian maksi dikira anggota teroris. Lha terus perempuan kudu berpakaian macam apa?

Ya, berpakaian layaknya kaum pribumi saja.

Menyambut Bulan Bahasa

Setiap bahasa supaya tidak menjadi langka dibutuhkan penutur bahasa yang prima. Tidak cukup dengan prima, penutur bahasa juga harus secara konsisten dan rajin untuk selalu melestarikan bahasa. Jumlah bahasa di dunia sekitar 6800 bahasa dengan sedikitnya 2000 bahasa termasuk dalam kategori rentan punah.

Dari ribuan bahasa tersebut, Indonesia termasuk salah satu negara yang memiliki ratusan bahasa. Ada 646 bahasa daerah yang tersebar di berbagai daerah seluruh Indonesia. Namun, dari sekian ratusan bahasa terdapat 14 bahasa yang telah punah dan 67 bahasa yang mengalami revitalisasi. Dan rata-rata bahasa yang mengalami kepunahan dan revitalisasi terletak di Maluku dan Papua.

Ada dua faktor yang menyebabkan mengapa bahasa daerah bisa punah. Pertama, para penutur meninggal dunia dan kedua, kawin campur. Banyak penutur asli terutama di daerah Maluku dan Papua telah lanjut usia. Jika mereka meninggal, maka usai sudah bahasa tersebut. Langkah termudah untuk menjaga bahasa mereka tetap ada adalah menikahkan keturunan mereka dari suku yang sama.

Ini penting. Terkadang jika melakukan pernikahan campur, maksudnya antar suku berbeda, ketakutannya adalah hilangnya identitas kebahasaan. Lambat laun mereka lupa hingga alpa kepada bahasa mereka dan pada akhirnya punah.

Tentu saya tak menyarankan kamu, kidz zaman now mengikuti saran dari adult zaman yesterday. Beda zaman, beda perasaan lur.

Oke. Lanjut.

Bahasa Indonesia adalah salah satu bahasa yang disegani dunia. Disegani dalam artian di tahun 2017, bahasa Indonesia masuk dalam 10 bahasa dunia yang paling sering digunakan. Yang mengejutkan adalah bahasa Sunda dan bahasa Jawa termasuk ke dalam 30 bahasa dunia yang paling sering digunakan. Kenapa bisa demikian?

Faktor internet.

Dalam catatan Internet World Stats, pada bulan Juni 2017 bahasa Indonesia telah dipakai masyarakat dunia sebanyak 157 juta orang. Kamu pasti bertanya, “Loh, bukannya jumlah masyarakat Indonesia sebanyak 250 juta orang? Ini kenapa kok bahasa Indonesia hanya dipakai 157 juta orang? Dan itu sudah termasuk warga seluruh dunia?”

Nah, Jadi begini.

Situs tersebut hanya mendeteksi seberapa banyak cuitan atau tulisan yang menggunakan bahasa Indonesia melalui internet. Bukan melalui lisan. Tidak semua dari 250 juta orang Indonesia pasti menggunakan internet bukan? Masih banyak masyarakat Indonesia yang belum mau dan bisa menggunakan internet.

Akan tetapi jika dilihat dan dihitung seberapa banyak orang yang menggunakan bahasa Indonesia secara lisan, ada sekitar 295 juta orang. Apakah itu banyak? Jika dibandingkan dengan bahasa Inggris dan bahasa Tiongkok, maka pengguna mereka masih lebih banyak. Kedua bahasa tersebut telah digunakan oleh masyarakat dunia sebanyak 1,4 miliar. Jika penduduk dunia berjumlah 7 miliar, maka 20% penduduk dunia bisa menggunakan bahasa Inggris dan Tiongkok secara lisan.

Namun, kita ambil sisi positifnya. Perkembangan teknologi yang makin maju utamanya internet ikut membawa dampak yang baik bagi bahasa Indonesia. Setiap orang tergerak untuk menuliskan sesuatu dengan mencoba menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Baik itu di dunia nyata maupun dunia maya.

Sayangnya, itu tak mudah. Beberapa kali, para warganet terpeleset untuk menuliskan kata dan kalimat dalam bahasa Indonesia. Seperti membedakan kata (di) harus dipisah atau disambung, menuliskan kata silahkan atau silakan, hingga penggunaan kata kids zaman now.

Khusus yang terakhir ini cukup menimbulkan perdebatan banyak warganet. Kenapa harus keminggris? Kenapa kita tidak menggunakan frase anak jaman sekarang? Sampai sekarang saya sendiri juga belum menemukan asal muasal kata tersebut. Kalian bisa search atau you iso ask ke Cinta Laura.

Mungkin penggunaan kata tersebut supaya cuitan kita lebih internesyenel atau lebih kekinian. Bukankah sekarang eranya huruf (i) diganti (y)? Bukankah mencampur adukkan kata antara kata Inggris dan Indonesia sedang populer? Ya, tampaknya demikian.

Maka beruntunglah warganet memiliki Ivan Lanin dan Marno Mbois yang boleh dianggap sebagai polisi dan pelestari bahasa. Mereka senantiasa konsisten menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Mereka setia selalu menanti pertanyaan apapun terkait bahasa. Dan bisa dipastikan mereka senantiasa menjawab pertanyaanmu terutama om Ivan Lanin.

Nah, menurut om Ivan Lanin untuk pertanyaan kenapa huruf (i) diganti (y) itu adanya gejala modifikasi fonetis yang disebut “celoteh bayi”. Maka bisa jadi yang mempopulerkan kata terciduk diganti tercyduk adalah para pengasuh bayi. Karena ada interaksi antara orang dewasa yang mencoba menirukan cara bicara si bayi.

Kalo untuk pertanyaan kenapa kok kita lebih suka menggunakan kalimat keminggris, nah itu masih belum tahu jawabannya. Bisa jadi karena orang-orang yang melakukannya terbiasa menggunakan bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari. Bagi saya, kamu, atau kita mendengarkan orang-orang seperti itu dan merasa jengah pasti bakal berucap, “Mbelgedhes, belagu amat jadi orang!”

Oleh karenanya menyambut bulan Oktober sebagai bulan bahasa, mari kita pergunakan dan lestarikan bahasa Indonesia maupun bahasa daerah. Jika ada kesulita menggunakan bahasa tersebut, maka konsultasikan pula dengan pihak-pihak yang berwenang. Kamu bisa tanya ke badan bahasa, Ivan Lanin ataupun Marno Mbois.

Tapi, saran saya jangan juga kamu bertanya sesuatu yang sukar dijawab apalagi dipahami. Seperti salah seorang warganet yang bertanya kepada Marno Mbois.

“Mas, nek rai mlotrok iku artine opo?”
Butuh lebih dari 5 menit bagi beliau untuk menjawab. Dan kemudian,

“Deloken foto profilku, su!”