Ragusa bersama Jakarta

Tiba-tiba 1 helikopter melayang kesana-kemari di area Monas. Beberapa saat kemudian muncul 2-3 helikopter di belakangnya. Keriuhan menuju tanggal wiro sableng (baca:212) tampaknya membuat banyak pihak bersiaga. Termasuk helikopter tersebut.

Suara baling-baling helikopter tersebut mengikuti langkah kami menuju salah satu kedai tertua di Jakarta. Kedai Ragusa. Kedai Eskrim yang telah ada di daerah tersebut sejak lebih dari 70 tahun silam. Bahkan Ragusa telah ada sebelum bangsa Indonesia merdeka dari penjajahan.

Kami mampir sejenak ke Ragusa untuk menghilangkan tenggorokan yang sudah terlanjur kering akibat cuaca panas Jakarta. Begitu masuk, tampak foto-foto kolonial berjejer di kanan kiri. Foto menu berada diatas foto-foto kolonial. Perabotan yang ada di Ragusa masih terawat dengan baik. Persis seperti apa yang ada di beberapa foto tersebut.

Tak ada pramusaji yang menyilahkan kami untuk duduk. Kami bebas memilih tempat duduk. Kami memilih duduk tepat di depan perempuan renta yang berdiri sambil sibuk menghitung jumlah uang. Tampaknya perempuan tersebut adalah pemilik dari Ragusa. Ketika kami duduk, ia menyuruh pramusaji untuk bergegas melayani kami. Kemudian kembali menghitung uang.

Pramusaji menyodorkan beberapa menu yang membuat kami segera ingin melahap eskrim tersebut. Chocolate sundae, banana split, dan raisin rum adalah menu eskrim yang kami pilih. Sayangnya, raisin rum sedang kosong. Padahal menurut sepupu saya, raisin rum adalah eskrim terbaik Ragusa. Dengan sedikit tambahan alkohol, maka cita rasa raisin rum bakal meledak di mulut. Sayangnya, kali ini hal tersebut hanya angan-angan.

ragusa

Kedai Ragusa ©Alit

Tua, muda, remaja, renta, berpasangan, dan jomblo mengisi tempat duduk yang telah tersedia pada siang itu. Ada yang bercengkrama masalah kantor, ada yang swafoto kemudian mengabadikan foto tersebut di salah satu media sosial, dan ada pula yang membicarakan hiruk pikuk politik Jakarta. Kota ini memang selalu ramai diperbincangkan. Terutama menjelang hari itu.

Semangkuk chocolate sundae dan banana split telah hadir di hadapan kami. Suapan pertama. Ah, rasanya masih sama seperti yang dulu. Sama seperti 15 tahun yang lalu terakhir kali ke Ragusa. Dan memesan menu yang sama. Seperti nostalgia. Kenangan masa.

Cuaca Jakarta memang cukup panas. Saya menghabiskan chocolate sundae tak lebih dari 10 menit. Tenggorokan seperti tercekat. Ditambah hawa menyengat. Dan tensi politik Jakarta yang kian meningkat membuat saya lahap menghabiskan semangkuk chocolate sundae yang sungguh nikmat.

Harga yang ‘cukup’ terjangkau membuat Ragusa selalu menjadi tujuan kuliner eskrim. Sembari memesan eskrim, ada pula yang memesan sepiring sate dan lontong di kedai sebelah. Tampaknya pemilik Ragusa tidak memberi biaya tambahan jika pengunjung memesan makanan di lain kedai. Tidak seperti kedai modern masa kini.

Ragusa selalu menawarkan cita rasa. Manis, legit dan dingin. Jakarta selalu menghadirkan aneka rupa. Senang, tegang atau remang-remang. Terutama menjelang dua satu dua.

Leave a comment