Ibuk Kost

Saya baru mengenal blio sebulan yang lalu. Ketika itu, saya berencana mencari kos yang dibayar per bulan. Setelah mencari informasi baik dari tetangga, sahabat maupun peramban, akhirnya saya memutuskan untuk menempati sebuah area yang ditawarkannya lewat peramban di daerah Palagan.

Dari segi fasilitas dan tingkat kenyamanan, semua tampak sesuai dengan kriteria saya. Saya ditempatkan pada kamar paling pojok dari area tersebut. Pemiliknya adalah seorang janda berusia 50an dan memiliki 2 orang anak. 1 orang telah menikah dan adiknya sedang menempuh kuliah.

Tubuhnya kurang tinggi. Mungkin sekitar 150 cm. Wajahnya mirip Ibu Susi. Salah satu menteri pada kabinet Jokowi. Cuman blio lebih cantik. Suka mengenakan celana pendek. Mungkin agar geraknya lebih cepat. Seperti saat memberi pengarahan mengenai seluk beluk kosan kepada saya.

Pertama kali masuk pada kos tersebut, terlebih dahulu saya diberi pelatihan singkat selama 20 menit. Pelatihan tersebut antara lain Pintu gerbang kosan harus selalu dikunci. Jika taruh motor harus rapi dan tidak boleh dikunci stang. Pintu gerbang kedua dibuka pada jam 7 pagi sampai 5 sore, setelah lewat jam tersebut harus dikunci. Boleh menggunakan dapur dan segala peralatnnya dengan syarat harus dicuci dan dibersihkan. Daerah kompor dan tempat cuci piring dilap menggunakan kanebo hingga benar-benar kering.
Peralatan dapur setelah dicuci, ditaruh di tempat yang disediakan tanpa harus dilap. Jika kanebo terkena sabun cuci, segera dibersihkan dengan deterjen yang teleh disediakan. Kemudian masuk ke area kamar. Hanya lampu taman yang boleh dihidupkan. Lampu kamar mandi dimatikan jika tidak dipakai.

Setelah memberikan keterangan panjang x lebar x tinggi, blio duduk di kursi. Istri saya mengajukan beberapa pertanyaan. Blio pun gesit, siap, dan sigap. Pada waktu menerangkan kepada kami, tangannya seperti menari-nari. Menjelaskan secara detail tanpa suatu kekurangan.

Salah satu kesigapannya seperti ia menegur kami ketika kami lupa membersihkan area kompor. Ia berpesan bahwa kalo sehabis pakai, jangan lupa dibersihkan. Tak hanya saya. Penghuni lain ternyata pernah mendapatkan teguran serupa. Tampaknya blio paham betul, ini kotoran makanan/minuman milik siapa. Saya ndak ngerti juga apakah blio paham juga dengan kotoran kami (dalam arti sebenarnya).

Namun, dari semua anak kost, saya lah yang paling menerima keluh kesah beliau. Entah permasalahan hidupnya maupun permasalahan kosnya. Istri saya sampai heran. Dengan mudahnya blio cerita tentang seluk beluk kehidupannya kepada saya yang baru sebulan di kosan beliau. Kalo kata H.Samidin, karena muka saya lempeng, jadi siapapun mudah bercerita kepada saya.

Kembali pada ibu kos. Hari ini blio luar biasa marah. Kesal. Sinis. Dan apapun atau siapapun yang bisa blio hardik, maka bakal kena amukannya. Ia kesal karena lantai di kamar saya selalu kena rembesan air dari rumah sebelah. Ia komplain ke pemilik rumah sampai camat setempat. Luar biasa. Saya memang komplain tentang hal tersebut padanya. Tapi tak menyangka urusannya bisa menjadi panjang. Tetep berjuanglah, ibu kost!

Dan saya pun hanya dapat mengatakan “jangan pernah sekali-kali meremehkan perempuan, terutama seorang ibuk’.

One thought on “Ibuk Kost

Leave a comment