Tambal Ban

Jumat Pagi. Saya dan Istri memiliki kewajiban untuk pulang ke Parakan. Kami biasanya pulang pada hari Sabtu. Namun, kali ini berbeda. Kami sudah harus sampai di rumah sebelum waktu sholat jumat karena di rumah akan ada manasik umroh. Bapak mertua berencana memberangkatkan jamaah umroh pada akhir tahun.

Kami memulai perjalanan pukul 06.30. Mengisi angin pada ban belakang. Kemudian mengisi perut dengan soto langganan di jl. Palagan. Kami baru benar-benar meninggalkan Jogja pada pukul 07.15.

Dalam perjalanan, istri saya mengingatkan untuk berhati-hatin dalam berkendara. Maklum seminggu yang lalu, motor matik mengalami kerusakan mesin. Semacam sabuk (belt) putus saat kami memasuki daerah Magelang. Kerusakan tersebut tepat terjadi di depan RSJ Magelang. Kami terpaksa mencari bengkel untuk dibenahi agar motor bisa jalan kembali.

Memasuki daerah Muntilan, motor masih lancar dan aman dikendarai. Ketika melewati kelenteng di sebelah kanan jalan, musibah terjadi. Tiba-tiba motor oleng. Istri tersentak. Saya yang hampir jatuh berusaha mengendalikan motor. Kemudian kami meminggirkan motor ke sebelah kiri jalan.

Saya periksa motor. Oh, ternyata ban belakang yang tadi diisi angin terlihat bocor. Kemudian saya mencari tambal ban terdekat dengan bertanya pada penjaga parkir. Tukang parkir tersebut menunjuk arah dan memberikan informasi jika ada tambal ban dekat pertigaan. Saya bergegas ke tempat tersebut. Naas. Tambal ban masih tutup.

Kemudian saya bertanya lagi ke tukang parkir yang memakai topi biru. Blio mengatakan tambal ban agak jauh. Letaknya pas di depan bank swasta. karena harus mengejar waktu, saya langsung menuju kesana. Istri saya memilih berjalan. Ia tidak ingin ban belakang tambah parah jika nanti dinaiki berdua. Sesampainya disana, kami kembali kurang beruntung. Tambal ban masih tutup.

Istri bertanya ke penjual sayur di depan bank swasta. Katanya, tambal ban terdekat berada di dekat jembatan arah Borobudur. Cukup jauh. Lebih jauh dari jarak sebelumnya. Namun, kami tak punya pilihan lain. Kami bergegas kesana sembari berharap ada tambal ban lebih dekat. Tak lupa kami komatkamit bershalawat.
Tuhan Maha Baik. Sebelum mencapai tempat dituju ternyata ada tambal ban yang baru saja buka lapak. Sekali lagi, saya bergegas. Melaju agak cepat dari sebelumnya.

Tanpa diminta, ia sudah tahu kalo ban belakang motor kami harus ditambal. Dengan cekatan, ia mengambil alih motor dan segera mempersiapkan peralatannya. Saya perhatikan sejenak bapak itu. Topi biru. Kaos Lengan panjang dengan sedikit lengan digulung. Celana jeans 501 yang robek pada kedua lututnya. Dan memakai sandal jepit hijau. Sekilas raut mukanya persis komedian Jogja. Kelik Pelipur lara.

Ia membongkar ban belakang menggunakan 2 obeng. Melepas ban dalam. Memompanya. Memasukkan ke dalam ember berisi air. Ketika ada gelembung yang muncul, ia menunjukkan pada saya. Oh, ternyata bekas tambal 3 bulan lalu mengelupas.

Ia kemudian mengambil gumuk. Mengoleskannya ke daerah berlubang berulang kali. Menempelkan semacam karet ban tebal. Kemudian mengoleskannya kembali. Menempelkan lagi karet ban. Lalu mengoleskannya kembali. Singkat, cepat, tanpa cacat. Kemudian, ia bawa ke tempat khusus untuk membakar sehingga karet ban tersebut menyatu pada ban dalam. Kami sama-sama menunggu.

5 menit kemudian, ada motor lagi yang datang. Bapak, ibu, dan anak kecil dengan usia sekitar 2 tahun. Rupanya mengalami hal serupa dengan saya. Ban dalam bagian belakang harus ditambal. Setelah dicek, ternyata muncul paku 5cm. Ia kembali dengan cekatan memperbaiki ban dalam tersebut. Lagi, tanpa banyak kata, tangan terampil bapak itu bekerja.

15 menit kemudian, ia memeriksa ban yang tadi dibakar. Memercikkan air sebanyak 5 kali untuk mematikan api. Kemudian ia memeriksa ban tersebut. Ia raba-raba sejenak. Ia menggeleng. Membawa ban dan menunjukkan kepada saya. Katanya, jika dilanjutkan sampai Parakan, kemungkinan akan bocor kembali. Alasannya karena terlalu banyak goresan pada ban dalam, sehingga tentu saja akan lebih riskan. Bapak itu menunjukkan detailnya pada kami, menjelaskan dengan lugas. Saya segera menyetujuinya. Daripada harus kena tambal lagi, lebih baik diganti dengan ban dalam baru sekalian.

Ia pergi ke sebuah toko. Tak lama, ia membawa kotak berisi ban dalam. Menawarkan dan memberitahukan harga ban serta jasa pasang ban. Saya cukup membayar itu saja. Tambal ban yang tadi tak perlu dihitung. Katanya, itu murni kesalahannya karena sebelumnya tak memastikan terlebih dahulu ban harus ditambal atau diganti. Sungguh saya melihat ini bukan pencitraan, pastilah ini murni kebaikan. Saya setuju. Segera ia memasangkan, dan dalam waktu singkat motor kembali bisa digunakan.

Ketika saya beranjak mau pergi, ada motor lagi yang datang ke bapak tersebut. Ah, memang rezeki sudah ada yang mengatur. Baru saja buka sudah ada 3 orang termasuk saya. Mungkin anda kesal karena waktu anda terbuang, tapi bagi bapak tersebut waktu yang terbuang justru menjadi rezeki baginya. Ah, Tuhan memang Maha Baik

Mungkin hanya di Indonesia ada teknologi tambal ban. Mungkin hanya bapak tambal ban tersebut yang cekatan dan jujur. Dan mungkin anda hanya menemuinya di Jl.Pemuda.

One thought on “Tambal Ban

Leave a comment