IDOLA

Saya mengenalnya cukup lama. Mungkin sejak berusia 13 tahun. Masih remaja. Ketika itu, saya sedang melakukan kunjungan ke sebuah kedai. Pertama kali bertemu dengannya, saya dibuat deg-degan. Apakah ini cinta pada pandangan pertama? Mungkin iya, mungkin tidak.

Hati cukup gundah. Saya tak berani menatapnya secara lama. Terkadang saya berpura-pura menoleh hanya ingin memandangnya. Terkadang saya sedikit melirik supaya tidak ketahuan olehnya. Hati kian berdebar ketika beberapa kali ia hanya melewati saya. Saya hanya terpaku diam. Menikmati lekuknya. Menghirup aromanya.

Sejak pertemuan tersebut, hati saya diliput rasa galau. Pikiran sukar berkonsentrasi. Mulut kadang terkunci. Ingin rasanya berjumpa kembali. Namun jarak yang terpisah cukup jauh.

Tapi suatu sore, saya bertekad ingin menemuinya kembali. Saya mantapkan dan teguhkan hati. Saya berjanji dengan diri sendiri. Jika nanti bertemu, saya bersumpah, saya akan menciumnya dengan lembut. Saya sudah terlanjur cinta pada pandangan pertama. Sekali lagi, saya bulatkan tekad, kumpulkan niat, dan tabungan sejumlah rupiah dalam kantong yang saya pegang erat.

Tiba di tempat tersebut. Saya mengambil tempat yang agak mojok. Menarik kursi. Duduk. Kemudian saya memandangi meja. Kemudian cuka. Kemudian kecap. Kemudian sambal. Dan tibalah ia tepat di depan mata saya. Di dalam mangkok bergambar ayam jago dengan jengger merah menyala. Ya, Bakso Idola.

2 thoughts on “IDOLA

Leave a comment