Anak Kecil

Kalo anda pernah melewati perempatan MM UGM, anda pasti akan disuguhkan dengan banyak pengamen ataupun pengemis. Salah satunya anak kecil. Ia mengenakan pakaian lusuh. Kadang kecoklatan. Kadang putih. Rambutnya ikal. Tingginya sekitar 135cm. Ia selalu mangkal di area tersebut. Dari pagi hingga malam hari.

Barang dagangannya selalu berganti. Kadang ia berjualan koran. Membagikan brosur. Membawa lap untuk membersihkan motor. Tapi ia tidak pernah mengemis. Gayanya slengekan. Berlari tanpa mengenakan alas kaki. Bernyanyi dengan lagu yang diulang terus menerus. Tapi ia tidak pernah menangis.

Kadang ia bercanda dengan temannya. Menjambaknya. Menghardiknya sambil tertawa. Bahkan yang paling ekstrim, mendorongnya hingga hampir jatuh ke selokan. Tapi mereka selalu tertawa. Kalopun hujan, ia tetap menggelar dagangannya. Korannya dilapisi dengan plastik. Ditawarkannya kepada orang-orang. Kalopun tidak ada yang terjual, ia tetap tersenyum.

Saya tak tahu namanya. Ia juga tak tahu nama saya. Tapi ia paling sering menghampiri kendaraan saya. Mungkin mengenali kendaraan saya. Kalopun saya mau memberi uang, kadang ia menolak. Pergi dengan wajah melengos. Namun sedetik kemudian ia menoleh dengan sedikit tertawa kecil.

Mungkin ia memahami peraturan bahwa pengemis dilarang berkeliaran. Apalagi jika ada yang sampai memberi uang. Ia lebih memilih berdagang. Berjualan dari pagi sampai malam hari. Ia lebih memilih tertawa. Walaupun hasil jualannya tak selalu menghadirkan keuntungan. Ia lebih memilih kedinginan. Bermandikan cahaya purnama. Tanpa harus menggunakan Zara. Iya, Zara yang itu.

Leave a comment