Bias Informasi

Beberapa saat yang lalu, ada seorang teman mengatakan bahwa di Indonesia akan terjadi demo yang besar. Demo yang katanya akan membuat Indonesia (sekali lagi) mengubah sistem ketatanegaraan. Kemudian saya bertanya darimanakah ia mendapat informasi tersebut. Ia dapatkan dari grup sebelah. Konon katanya grup tersebut yang pertama kali memberikan informasi tentang demonstrasi

Sekecil apapun informasi, maka informasi tersebut tetaplah informasi. Seakurat apapun informasi, maka informasi tersebut tetaplah informasi. Kalo boleh dikatakan, era zaman sekarang adalah eranya “the clicking monkey”. Penyebutan era tersebut ditujukan pada orang-orang yang terbiasa membagikan tautan informasi tanpa menyelidiki informasi tersebut benar ataupun salah.

Sebenarnya proses dari ia mendapatkan info kemudian menyebarkan ke pihak lain tak ada yang salah. Namun, jika hasilnya kemudian berdampak negatif kepada salah satu pihak maka hal tersebut dapat dikatakan berbahaya. Zama keterbukaan informasi yang bercirikan serba cepat dan instan membuat orang secara agresif pula dalam menyebarkan info. Gejala tersebut timbul akibat sistem informasi yang selalu berputar dan dinamis.

Untuk menjadi pembaca informasi yang baik, ada kalanya orang harus menyelidiki asal muasal informasi tersebut. Bisa melalui sumber primer ataupun sumber sekunder. Namun kendalanya adalah saat ini orang Indonesia dapat dikatakan “malas” untuk mengetahui dan menyelidiki sebuah informasi. Lebih baik jika segera diberitahukan kepada pihak lain (baca: orang terdekat) demi mencegah dan mengamankan orang-orang terdekat.

Antisipasi tersebut dapat dikatakan benar. Namun, yang perlu diantisipasi adalah tanggapan atau komentar dari pihak lain. Apakah ia juga akan langsung membagikan informasi tersebut kepada pihak yang lain atau menyelidiki informasi tersebut untuk diketahui benar dan salah.

Informasi tersebut akan menjadi viral ketika komentar yang dimunculkan sesuatu yang menyudutkan atau cenderung memfitnah informasi. Komentar yang dinilai pelbagai kalangan pihak tidak mendidik. Mungkin benar apa yang dikatakan Zen Rs bahwa di Indonesia yang berbahaya adalah menurunnya minat baca namun meningkatnya minat berkomentar.

Kurangnya bahan bacaan dan malas berdiskusi menjadi sebab banyaknya bias informasi yang ada di Indonesia. Orang-orang lebih suka membaca judul yang tidak lebih dari 8 kata namun dapat meyakinkan orang bahwa judul tersebut adalah benar.

Slogan “Bad news is Good News”, seakan masih menjadi sesuatu yang [masih] menarik untuk dimunculkan kepada masyarakat Indonesia. Bahkan hal tersebut seakan masih akan berlanjut setidaknya 10 tahun kedepan. Tentunya jika tidak ada perubahan pola pikir masyarakat Indonesia.

Leave a comment