Parodi Tikungan

Setiap manusia selalu memiliki kenangan yang terhebat. Entah kenangan tersebut bersifat positif maupun negatif. Ada kenangan yang bisa membuat anda berlinang air mata namun ada pula yang membuat anda tertawa lepas. Baru beberapa hari yang lalu, seorang kawan lama menge-PING saya dengan jumlah yang cukup banyak. Kaget, karena jarang2 kawan saya yang satu ini nge-PING dengan jumlah yang cukup banyak. Ketika saya jawab “oi” (jawaban khas saya untuk menanggapi PING yang tak beraturan) kemudian dia membalas “ada waktu untuk curhat bro” ? Sebelum saya menjawab pesan tersebut, terlintas di pikiran saya “pasti soal tikung-menikung”. Saya sudah terbiasa untuk menjadi tempat sampah (tempatnya orang-orang curhat). Mungkin ini terjadi karena saya lebih banyak mendengarkan daripada memberi solusi atau kalo menurut seorang teman, saya adalah manusia dengan ekspresi terdatar yang pernah ada alias ga punya ekspresi. Jadi banyak orang merasa nyaman curhat dengan saya. Alhamdulillah Sesuatu yaa..

Singkat cerita, saya bertemu dengan dia di warung kopi yang menjadi langganan saya. Kemudian, kawan karib saya ini mengutarakan bahwa dirinya (lagi-lagi) ditikung oleh temannya sendiri. Terhitung sudah tiga kali dia ditikung. Pertama kali, saat ospek maba, kedua saat diklat dan ketiga saat dia menyibukkan dengan skripsinya. Saya yang mendengarkan dia berceloteh hanya cukup termanggut – manggut sambil sesekali meneguk teh tawar yang cukup panas. Sejatinya, saya iba melihat dirinya namun di sisi lain saya cukup terhibur dengan cara dia berceloteh. Unik dan menggemaskan. Gimana ndak gemas, pria dengan perawakan 3x lebih besar daripada saya berceloteh sambil sesekali mukanya menghadap ke atas sambil mengepulkan rokoknya. Saya berpikir mungkin dia akan menangis namun dirinya mencoba menahan tangisan itu. Melihat teman saya ini, otak saya langsung beronani, berapa banyak manusia yang pernah menikung ? atau mungkin ditikung ? Apakah itu termasuk tikungan bahagia atau tikungan nelangsa ? Mungkin lebih baik biar psikolog yang melakukan penelitian ini. Saya kira ini menjadi sebuah masalah tersendiri.

Hal yang kemudian menjadi pusat perhatian saya adalah bagaimana saya harus memberikan solusi bagi teman karib ? Saya belum begitu pandai untuk memberikan solusi karena dalam dunia tersebut, saya masih merasa cecunguk. Apalah saya dibandingkan dengan teman – teman saya yang jauh lebih keren dan menarik daripada saya. Namun sebagai kawan yang baik, seharusnya saya memberikan solusi yang mungkin akan berguna bagi dirinya. “Bro, Jodoh itu ditangguhkan bukan ditakdirkan. Tuhan ingin melihat seberapa jauh usahamu.” Kata – kata tersebut keluar dari ucapan saya secara tiba – tiba. Entah kenapa dia langsung bersalaman dengan saya dan memeluk saya sambil berkata “Suwun seng akeh bro”. Sejenak saya merenung, benarkah jodoh itu ditangguhkan ? Setiap manusia mungkin berpasang – pasangan kecuali jika manusia tersebut lebih memilih kesendirian. Dalam percakapan dengan kawan lama tersebut saya mengambil kesimpulan bahwa tikungan terbaik adalah tikungan terselubung. Tikungan yang membuat manusia tersebut bahagia sekaligus nelangsa. Sekian.

*Kisah ini nyata dan telah mendapatkan persetujuan dari kawan karib saya. Nuwus bro.

One thought on “Parodi Tikungan

Leave a comment