Perjalanan Suci

12 OKTOBER 2016

Handoyo adalah sebuah nama. Artinya adalah suci. Nama tersebut yang digunakan oleh salah satu bus dengan jurusan Jogja-Malang. Jika anda memutuskan untuk naik bus Handoyo, maka anda sedang melakukan perjalanan suci. Ya, itulah yang saya lakukan pada Rabu malam bersama kedua kawan saya

Sejak 2008, saya telah menggunakan Handoyo. Entah kenapa saya memilih Handoyo. Sejatinya ada dua bus serupa dengan jurusan Jogja-Malang. Mungkin ada suratan takdir yang menyatakan bahwa saya harus memilih dan menggunakan Handoyo.

Saya tak pernah kehabisan Handoyo. Karena saya yakin, Handoyo pasti akan memberikan satu tempat kepada saya. Malam itu dengan diantar istri, saya menuju terminal Giwangan. Ketika sampai disana, sudah ada petugas yang hapal betul dengan saya. Ia langsung menghampiri ketika saya baru berjalan 10 meter. Ia mengenakan kaos berkerah warna ungu, celana jeans hitam dan sandal jepit.

“Mas Odie, mau pesan 1 atau 2 tiket ?”
“3 pak. Tapi saya bayar satu dulu. Kawan2 saya menyusul.”
“Ndak masalah mas. Nanti saya pesankan. Kebetulan ada bus baru. Mungkin mas Odie mau coba ?”
“Boleh pak.”
“Saya pilihkan no.10 ya mas.”

Tawaran yang spesial. Bagi pemain sepakbola, no 10 adalah nomor keramat. Hanya pesepakbola khusus yang didaulat menggunakan no 10. Del Piero, Totti, dan Maradona adalah beberapa pemain sepakbola yang sepanjang karirnya menggunakan no 10. Mungkin Handoyo ingin berbuat seperti itu. Memperlakukan pelanggan tetap dengan memberikan tempat khusus.

Pukul 19.30, Handoyo datang. Ia memberikan warna baru. Biru putih. Bukan Oranye Hitam. Mungkin supaya mirip dengan warna kebanggaan Malang. Biru. Sopirnya pun menggunakan kemeja biru berlogo Arema. Logo singa tepat di dada sebelah kirinya.

Kami menunggu hampir setengah jam. Banyak penumpang yang datang baru pukul 8 tepat. Kemudian kami naik ke dalam bus. Ada yang sedikit berbeda pada interior bus. Corak warna dan tingkat kenyamanan kursi meningkat. Selain itu, terdapat parfum ruangan yang terpasang di sudut sebelah kanan atas. Persamaannya hanya satu. Jika anda pernah menggunakan Handoyo, maka anda pasti menemukan boneka Marsupilami di kaca supir dan kaca kernet. Ya, marsupilami adalah hewan hutan berwarna kuning dengan ekor panjang. Bukan kuskus, bukan pula monyet. Mungkin gabungan keduanya.

Pukul 20.20. Bus mulai berangkat. Saya duduk tepat di pinggir kaca. Persis di belakang saya ada orang Madura. Di depan saya, balita dengan usia 2 tahun. Di belakang supir, ada ibu beretniskan Tionghoa dengan usia sekitar 60an. Sedangkan 2 kawan saya berada di no 19 dan 20.

Kondektur mulai berdiri. Berjalan perlahan. Menanyakan satu persatu orang dan memberikan kupon makan. Sesampainya di kursi saya, ia berhenti sejenak. Oh, rupanya ia tertarik dengan pria di sebelah saya. Pria tersebut menggunakan cincin batu akik. Begitu pula dengan kondektur tersebut. Bedanya, pria tersebut menggunakan cincinnya di kedua jari manisnya. Sebelah kanan dengan warna hijau dan sebelah kiri dengan warna putih. Sedangkan kondektur menggunakan 4 cincin batu akik. Dua di jari manis dan jari tengah sebelah kanan. Coklat dan hijau. Dua di jari tengah dan telunjuk sebelah kiri. Merah dan hitam.
Setelah berbasa-basi sejenak dengan pria tersebut, kondektur melanjutkan tugasnya.

Pukul 20.40. Lampu dimatikan. Semua penumpang mulai tertidur. Termasuk saya. Kalo kata ayah saya, supir yang baik adalah mereka yang mampu membuat penumpangnya tertidur pulas. Perkataan tersebut terbukti. Pria di sebelah saya mulai mendengkur. Dengkurannya makin kencang. Dengkurannya berirama. Mungkin pria ini menggunakan suara Alto. Karena sungkan, ia menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Setidaknya, mengurangi polusi suara.

Tepat pukul 24.00. Handoyo tiba di rumah makan. Rumah makan yang tergolong wah bagi saya. Dini hari itu, rumah makan menyediakan nasi pecel telor dan teh hangat. Sajian yang pas untuk menemani perjalanan suci. 30 menit kemudian, Handoyo kembali beranjak dan berangkat menuju kota Malang. Sekali lagi, saya tetidur lelap.

Tiba-tiba saya mendengar alunan nada dari suara lelaki. Saya mendengarkan dengan seksama. Oh ternyata Om Bob Tutupoly. Kalo lagu bertema tembang kenangan mulai dinyalakan maka tandanya anda akan segera sampai di kota tujuan. Benar dugaan saya. Handoyo telah sampai di daerah Singosari. Hanya butuh 10 menit bagi Handoyo untuk mencapai terminal Arjosari.

Pukul 05.00. Handoyo tiba. Para tukang ojek telah siap menunggu kehadiran pelanggan. Saya dan kedua kawan bergegas untuk mencari warung kopi. Sekedar melepas dahaga sembari menunggu jemputan.

“Jam segini udaranya segar ya Mod.” salah seorang teman berkata kepada saya.

Ya, memang benar perkataannya. Udara kota Malang cukup segar hari ini. Tak heran, Malang dijadikan pilot project sebagai kota dengan udara bersih di Asia. Bahkan di Indonesia, hanya Malang yang dipilih. Berbahagialah anda sebagai warga Malang. Begitu pula dengan saya. Mampu menunaikan perjalanan suci menuju kota Malang.

Kota dengan udara bersih namun dengan tingkat kemacetan cukup tinggi. Terutama pagi ini.

Leave a comment